![]() |
Umpak Bekas Keraton Kesultanan Matan Tuad Abad 17 |
Tidak jauh dari komplek makam Sayyid Qubra (Kubra) dan sultan-sultan Matan, terdapat batu berbentuk lesung. Lokasinya di belakang rumah warga bernama Saparudin. Menurut masyarakat setempat, batu tersebut merupakan lesung bekas penumbuk bedak putri sultan. Namun berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan benda tersebut berbeda dengan presepsi masyarakat. Hal ini didukung data berupa temuan arkeologi yang ada di sekitar lokasi. Bahwa benda tersebut bukanlah lesung, melainkan Umpak.
Umpak merupakan
unsur bangunan, yang berfungsi sebagai penyangga tiang pada bangunan
berkonstruksi kayu. Pada umumnya, umpak terbuat dari batu, bisa berjumlah lebih
dari 1 buah dalam bangunan tertentu. Umpak yang ditemukan disini, ialah penyangga
tiang seri utama dari keraton Matan tua. Hal ini dikuatkan dengan adanya
fragmen keramik, bata merah, gerabah, tembaga dan benda kuno lainnya di sekitar
lokasi.
Kondisi umpak yang ada di belakang rumah warga ini sangat
memprihatinkan. Selain sudah retak, juga berada tepat di dekat pelecah
(comberan) warga. Situasi bertambah buruk lagi, sebab di sekitar lokasi juga
terdapat kotoran unggas. Menurut sang pemilik rumah (Saparudin), dulu saat dia
pindah dari Kamboja (Pulau Maya) ke Matan tahun 1980-an, daerah yang dia
tempati saat ini hutan. Kemudian dia bersihkan, dan di bangun rumah.
Saat membangun rumah, Saparudin kerap menemukan
pecahan keramik, dan bata-bata merah. Bahkan fragmen bata merah dan keramik
tersebut, hingga saat ini masih dapat ditemukan di sekitar lokasi. Tahun 2019 tim
peneliti dari BPCB Kalimantan Timur, pernah datang ke lokasi umpak
ini, dan mendokumentasikan beberapa temuan yang ada.
Kesejarahan
Upaya penelitian dan eksplorasi di sekitar
lokasi Kesultanan Matan tua, dilakukan sejak tahun 1963 oleh Drs. H. Gusti
Muhammad Mulia (Sultan Muhammad Jamaluddin II, Raja Simpang ke-7). Dilanjutkan
pada tahun 2012 oleh Lembaga Simpang Mandiri. Kemudian 2018, Lembaga Simpang
Mandiri bersama BPCB Kalimantan Timur melanjutkan riset tersebut. Riset terakhir
pada 9 Februari 2019.
Karena dinamika politik dan beberapa kali
peperangan, ibu kota Kesultanan Matan mengalami berpindahan. Dari Matan,
Sekusur tercatat juga pernah menjadi salah satu pusat pemerintahan. Kemudian
berpindah ke Negeri Laya (Sandai), dan terakhir di Muara Kayong.
Diperkirakan, hampir seratus tahun Matan
digunakan sebagai pusat pemerintahan. Karena ada tiga sultan yang dimakamkan
dan meninggal di Matan.
0 Komentar