Makam Mok Mebi
Makam Mok Rebi ini berada di sebuah mungguk, bernama Mungguk Keruing
(Tambang Amok), Dusun Air Manis Desa Matan
Jaya, Kecamatan Simpang Hilir. Berada di pemakaman umum, bernisan kayu.
disekitarnya banyak pula makam-makam tua bernisan kayu. Khusus di makam Mok Rebi,
terdapat cungkup sederhana. Di dalamnya terdapat dua pasang nisan berwarna
putih. Bentuk pipih yang merupakan makam isterinya, dan yang persegi nisan Mok Rebi.
Mok Rebi, juga dikenal dengan
panggilan Amok. Memiliki nama asli Rebi bin Badung. Dia berasal dari kampung
Tambang Amok. Saat ini kampungnya dikenal sebagai Kampung Air Manis, Desa Matan
Jaya, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara.
Masyarakat setempat menyebut Mok Rebi
sebagai Kek Ude Rebi, atau Panglima Rawa. Dia memiliki keahlian dalam mengatur
strategi perang di rawa-rawa. Menurut Raden Jamrudin, Mok Rebi digambarkan
sebagai sosok yang cerdik dan ahli dalam siasat, dengan memanfaatkan medan yang
ada.
Karena di Simpang banyak rawa, semak belukar dan hutan,
Mok Rebi memanfaatkan kondisi alam tersebut untuk menyerang pasukan Belanda. Pada masa perang Belangkaet,
Mok Rebi melakukan misi rahasia, dengan berandam di rawa-rawa. Beliau merayap
pelan, mengikuti serombongan serdadu Belanda, yang saat itu dikepalai oleh Letnan
A Bos, masyarakat setempat menyebutnya Obos.
Letnan Obos menjadi salah satu target
dari pengintaian Mok Rebi. Dalam persembunyianya di rawa, beliau terus
mengarahkan moncong senapan lantaknya ke arah Letnan Obos. Hingga saat yang
tepat, beliau akan menarik pelatuk lantaknya. Sayang, tak dapat lakukannya,
karena senapan lantaknya terendam air, mengakibatkan obatnya ‘demon’
atau tidak dapat berfungsi karena basah.
Mok Rebi ahli dalam taktik perang
gerilya rawa. Selain itu, beliau dan para gerilyawan yang lain, juga
menggunakan pohon-pohon dan semak belukar sebagai tempat persembunyian, atau
berkamuflase. Maka tak jarang, saat pasukan Belanda patroli di hutan atau
sungai, akan dihabisi pasukan Mok Rebi secara tiba-tiba.
Selain itu, para pejuang juga
menggunakan tumbuhan bulang di dalam hutan.
Bulang adalah sejenis tumbuhan
liar yang berduri tajam. Duri bulang ini diolesi ipuh (racun) dari binatang berbisa seperti: ular kobra, kalajengking
dan tembelang tanah (lipan). Ketika bala
tentara Belanda ini terkena duri bulang, atau ranjau darat ala pasukan Simpang,
maka tipis sekali harapan hidupnya.
Belanda semakin berang. Mau tidak mau, mereka harus melawan taktik
gerilya yang dilakukan para pejuang dari Kerajaan Simpang. Mok Rebi paham betul bagaimana melawan
Belanda. Mereka tidak bisa
berhadapan muka, karena jumlah pasukan
serta senjata yang mereka miliki tak sebanding dengan Belanda.
Setelah Panglima Ki Anjang Samad dan
panglima yang lain gugur, Mok Rebi dan pejuang lainnya tetap meneruskan
perjuangan. Sebelum Ki Anjang Samad gugur, beliau sempat memberikan keris
pusaka bernama Carik Kafan kepada Mok Rebi. Keris tersebut merupakan
simbol warisan kepemimpinan yang diamanahkan kepadanya, untuk meneruskan
perlawanan terhadap Belanda.
Selanjutnya, perlawanan terbuka tidak
lagi berlangsung di Kerajaan Simpang. Ditambah lagi, politik Belanda
mengalihkan kekuasaan yang sebelumnya berada di cabang Sungai Simpang Matan,
dipindahkan ke Teluk Melano, sehingga posisi Gusti Pandji sebagai raja semakin
lemah.
Banyak para pejuang yang melarikan
diri ke perhuluan. Seperti Mok Rebi, sempat lari ke Nanga Tayap. Kemudian, dia
ditangkap dan dipenjara di Sukadana. Setahun kemudian, dia melarikan diri dari
penjara dan kembali ke kampung Mungguk Jering. Pada masa tuanya, dia pindah ke
kampung Tambang Amok, dan meninggal tahun 1982, pada usia 105 tahun.
Mok Rebi mewariskan ilmu dan
benda-benda pusaka. Salah satu barang pusaka yang beliau wariskan, ialah keris
bernama ‘Carik Kafan’. Keris Pusaka tersebut disimpan oleh cucunya,
yakni Pak Unggal Judin, yang berada di Dusun Jelutung, Desa Matan Jaya.
Pak Unggal Judin kemudian menyerahkan
keris tersebut kepada Syamsuddin, atau yang akrab disapa Acil. Acil diberi
amanah untuk merawat keris Carik Kafan tersebut. Saat pertama kali mendapatkan
keris tersebut, Acil langsung membawanya ke rumah Raden Jamrudin, budayawan
yang paham dengan senjata pusaka. Keris tersebut kemudian dibersihkan dan
diberi wewangian, agar tetap awet.
(Miftahul Huda)
Tertanda
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Kabupaten Kayong Utara.
0 Komentar