Komplek Makam Bunge
Untuk menghormati kepahlawanan Ki
Anjang Samad dan pejuang lainnya, rakyat
Simpang menyebut tempat peristirahatan terakhir mereka, dengan nama Makam Bunge
(bunga). Secara filosofi, diartikan bahwa para pejuang yang dimakamkan di
tempat ini, namanya tetap harum dan dikenang sepanjang masa. Sebab, mereka
merupakan pahlawan asal tanah Simpang, yang gigih berjuang dalam berperang Belangkaet
tahun 1915.
Komplek makam Bunga ini terletak di
kaki Gunung Sepuncak, Desa Matan, Kecamatan Simpang Hilir. Selain Ki Anjang
Samad, Ki Julak Laji juga dimakamkan di tempat ini. Sementara Mok Rebi
dimakamkan di Kampung Tambang Amok (Air Manis). Mengenai makam para panglima
Dayak, yang diketahui saat ini hanya Panglima Legat, meninggal dan dimakamkan di
Baye, Kecamatan Simpang Dua.
Makam Ki Anjang Samad Ki Julak Laji
berada dalam cungkup dengan ukuran lebar 3,75 meter, panjang 7,80 meter, dan tinggi 3,05 meter. Di
dalam cungkup tersebut, terdapat juga makam lain berjumlah 5 makam. Terdapat
juga 1 makam di luar cungkup, bernisan batu biasa. Titik situs ini, dari jalan
utama sekitar 150 meter, masuk melalui jalan kecil.
Nisan Ki Anjang Samad dan Ki Julak
Laji telah diganti, dengan tidak menghilangkan nisan aslinya. Nisan aslinya
(asal) terbuat dari kayu belian, nampak berusia tua, dengan warna natural/asli.
Sedangkan nisan baru, terbuat dari belian juga, di cat warna kuning.Ketika
masuk cungkup, sebelah kiri, makam pertama ialah Ki Julak Laji. Kemudian masih
sebelah kiri, disela 1 makam, yaitu makam Ki Anjang Samad.
Makam Ki Anjang Samad diberi jirat
keramik dengan ukuran lebar 0,71 meter dan panjang 2,21 meter. Tinggi nisannya
(baru) 0,49 meter. Sedngkan makam Ki Julak Laji, lebar jiratnya 0,67 meter dan
panjang 1,67 meter, dengan tinggi nisan (baru) 0,86 meter.
Kesejarahan
Ki
Anjang Samad pemimpin dalam Perang Belangkaet. Beliau merupakan panglima di Kerajaan
Simpang pada masa raja Gusti Pandji. Semboyannya yang terkenal, "Lebih baik
mati dari pada harus membayar belasting dengan Belanda". Hingga saat
ini, semboyan ini masih tergiang-ngiang dalam ingatan masyarakat negeri
Simpang.
Bahkan
ada satu kalimat dari Ki Anjang Samad, yang sering dijadikan keyakinan untuk
melangkah bagi masyarakat Simpang. Yaitu, "Berajal maot adak berajal pon
maot". Artinya, “Melangkah pergi mati, tidak melangkah pun juga
mati”. Semboyan ini diyakini
masyarakat Simpang dapat memberikan semangat. Supaya lebih mantap dan yakin
dalam segala urusan, terutama dalam menyelesaikan suatu perkara.
Puncak
perang Belangkaet terjadi pada tanggal 27 - 28 Februari 1915 di sebuah kampung
yang bernama Belangkaet. Saat ini, Kampung Belangkaet terletak di wilayah Desa
Matan, tepatnya di sebelah kanan dari Simpang Keramat menuju ke hulu.
(Miftahul Huda)
Tertanda
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Kabupaten Kayong Utara.
0 Komentar