Kisah Rabbuna Bertemu Tuhan

 


Kisah Rabbuna Bertemu Tuhan 

  Penutur: Raden Jamahari (Medan jaya ) 
Penulis & editor : Miftahul Huda & Hasanan
Ilustrator : Supriono

 

Rabbuna, anak miskin dan polos ini berniat tulus ingin belajar mengaji. Keinginan anak kumang¹ ini sejak lama dia kemukakan ke ibunya. Namun ibunya belum mengijinkan, mengingat usia Rabbuna masih kecil. Sementara tempat guru ngaji agak jauh dari rumah mereka, melalui tempat yang lengang².

Ketika usia Rabbuna dianggap sudah bisa mandiri, barulah ibunya mengijinkan Rabbuna pergi berguru. Dulu, mau berguru harus menyerahkan semacam mahar ke guru, berupa tikar, bantal, nasi pulut³, dan lain-lain. Namun ibu Rabbuna hanya memiliki pisang sesisr dan duit seketip saja, sebagai mahar ke calon gurunya.

Dengan berbekal pisang sesisir dan duit seketip, dengan ditemani ibunya, Rabbuna  pergi mendaftar mengaji. Setibanya di tempat tujuan, ibu Rabbuna menjelaskan maksud dan tujuannya ke sang guru. Menurut sang guru, besok Rabbuna sudah boleh datang mengaji. Rabbuna dan ibunya pun pulang.

Ibu Rabbuna mempersiapkan segala keperluan dia mengaji.  Karena malam nanti, merupakan malam pertama dia pergi mengaji.

Sesampai di tempat mengaji, Rabbuna disuruh gurunya menghidupkan panduk, yaitu api untuk memburu nyamuk di bawah rumah. Dengan asap panduk, santri yang sedang mengaji tidak terganggu.

Setelah para santri selesai mengaji, Rabbuna bertanya pada gurunya, apa hafalan untuk dia hari ini. Karena, sedari tadi dia hanya diperintah gurunya ini itu. Dia menunggu kapan gurunya menyuruh dia mengaji.

“Bismillah Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip,” demikian lafadz yang diajarkan sang guru ke Rabbuna.

Rabbuna bertanya, kenapa dia diajarkan gurunya demikian. Jawab gurunya, karena dia anak baru dan baru belajar.  Rabbuna merasa janggal. Sementara, teman-temannya membaca ayat-ayat Al-Qur’an.

Besok malamnya, murid-murid yang lain pada ngaji, Rabbuna tetap diperintah gurunya membuat panduk. Membuat asap agar teman-teman dan gurunya tidak kenyamukan saat ngaji. Setelah  murid-murid yang lain mengaji dan pulang, Rabbuna naik ingin mengaji.



“Kau udah afal lom yang aku ajarkan semalam?” tanya guru ke Rabbuna, dijawab Rabbuna sudah hafal. Kemudian sang guru memerintahkan agar Rabbuna membacakannya.

“Bismillah Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip,” lafadz Rabbuba, sebagaimana yang diajarkan gurunya.

Selama tiga malam, pekerjaan Rabbuna selalu demikian. Membuat panduk dan menglafadzkan yang diajarkan gurunya. Sehingga lafadz tersebut terngiang-ngiang di otaknya. Rabbuna menjadi fasih membacanya.

Suatu ketika, Rabbuna diajak gurunya bertamasya. Mereka mengarungi lautan luas, menggunakan perahu layar. Dengan berbekal ubi rebus yang dimasukan di dalam upeh, berangkatlah Rabbuna, guru dan teman-temannya. Sementara perbekalan teman-teman Rabbuna ayam dan makanan enak lainnya.

Sesampainya di atas kapal, Rabbuna ditempatkan di dalam jegung kapal. Sedangkan guru ngaji dan teman-temannya berada di atas kapal. Ketika waktu makan tiba, teman-temannya pada makan. Mereka menyantap makan-makanan enak. Tidak satu pun diantara mereka yang menawarkan makanan ke Rabbuna. Rabbuna hanya makan ubi rebus saja. Ketika sang guru sedang menyantap makanan yang enak, tiba-tiba tersedak. Sedangkan perbekalan, berupa air sudah habis.

Kapal sedang berada di tengah laut. Sedangkan air minum sudah habis. Bersyukur, dari kejauhan tampak ada pulau. Di pulau tersebut pasti ada sumber air bersih.

Ketika sang guru berharap bantuan dari murid-muridnya, tidak satu pun yang bisa ke pulau tersebut mengambil air bersih. Hanya Rabbuna menyanggupinya, demi baktinya kepada sang guru. Walau tempat mengambil air tersebut jauh di tengah laut, dengan keyakinan dan kepasrahannya kepada Ilahi, Rabbuna berangkat.



“Bismillah Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip,” lantunan doa Rabbuna bermunajat kepada Allah di depan kapal. Doa yang pertama kali diajarkan gurunya, ketika dia baru mulai mengaji.

Betapa terkejutnya teman-teman Rabbuna, ketika Rabbuna dengan penuh keyakinan melangkah ke air. Dengan membaca doa tersebut, Rabbuna bisa berjalan di atas air hingga sampai ke pulau tersebut. Kemudian kembali ke kapal, dengan membawa air sekerebuk¹ buah bila`¹¹. Dengan doa yang sama, “bismillah Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip”, Rabuna melangkah pulang ke kapal.

Setiba di kapal, Rabbuna memberikan air tersebut kepada gurunya. Setelah minum, sang guru yang tersedak karena serat makan, merasa sembuh dan lega tenggorokannya. Bukan main bersyukurnya sang guru. Kemudian guru bertanya ke Rabbuna, apa yang dibaca Rabbuna, sehingga Rabbuna bisa berjalan di atas air. Rabbuna menjawab, bahwa dia membaca apa yang diajarkan gurunya.

Karena keyakinan Rabbuna sangat tinggi, apa yang diajarkan gurunya dia ikuti. Dengan kejujuran dan keyakinannya, Allah mengijabah doa-doa yang dipanjatkan Rabbuna.

Pada suatu hari, Rabbuna melihat ada orang yang hendak mencuri. Saat itu, Rabbuna sedang bertengger di atas balok kayu di dalam parit. Rabbuna kecil asyik bermain dan bernyanyi, sambil mengenjit-enjit balok tersebut. Dia bernyanyi seperti bunyi orang sedang mengaji.

“Kukabakan¹², kupadahkan¹³. Kukabakan, kupadahkan,” nyanyi Rabbuna, seperti orang mengaji.

Berulang-ulang Rabbuna melantunkan nyanyinya, membuat pencuri tersebut curiga. Pencuri berpikir bahwa Rabbuna mengetahui bahwa dia mencuri. Akhirnya pencuri tersebut lari tunggang-langgang¹ ketakutan. Saking takutnya, barang-barang hasil curiannya tertinggal.

Rabbuna heran dengan tingkah laku pencuri tersebut. Rabbuna mencoba mencari tahu apa yang sedang dilakukan orang yang berlari tadi. Betapa terkejutnya Rabbuna, melihat barang-barang beharga di semak, yang ditinggalkan pencuri tadi. Ada emas dan harta berharga lainnya, di dekat pohon tempat pencuri tersebut bersembunyi.

Rabbuna memberi tahukan ke ibunya, bahwa dia telah menemukan barang-barang beharga. Dia bercerita, bahwa ada seseorang berlari mendengar dia bernyanyi. Rabbuna pun mengajak ibunya melihat barang-barang tersebut.

“Jangan diambi’ nak¹! Karne¹ itu punye urang¹, bia pon kite misken¹, ini hak urang, bukan punye kite,” nasihat ibu Rabbuna ke anaknya, agar tidak mengambil yang bukan haknya. Kemudian mereka pulang, meninggalkan barang-barang tersebut.

Selang¹ berapa bulan berikutnya, warga kampung hendak membangun tempat mengaji, berupa mushalla. Karena tempat mengaji yang ada, sudah sempit. Jumlah murid yang ngaji semakin bertambah.

Segala bahan yang dibutuhkan dipersiapakan. Sesuai jadwal yang ditetepkan, warga pun bergotong royong mendirikan mushalla tersebut. Anehnya, siang dibangun malam tumbang. Sudah beberapa kali warga membangunnya, malam tumbang lagi.

Ada yang mengusulkan, agar membangunnya malam hari. Namun dibangun malam hari pun, siangnya tumbang juga. Warga semakin penasaran, mengapa keanehan ini bisa terjadi.

Setelah dibangun, warga mencoba mengintai, siapakah yang menumbangkan bangunan tersebut. Tetapi, tidak seorang pun yang melakukannya. Angin pun tidak ada. Melainkan bangunan tersebut tumbang sendiri.

Menyaksikan kejadian yang pelik ini, guru ngaji dan warga berunding mencari jalan keluarnya. Bagaimana caranya agar bangunan tersebut tidak tumbang kembali. Ketika ditanya satu persatu, siapa yang sanggup mencari petunjuk, agar mushalla tidak tumbang lagi. Tak ada satu pun yang mau. Kembali Rabbuna berkata, dia sanggup menerima amanah ini.

Sebelum Rabbuna berangkat mencari petunjuk, Rabbuna meminta ijin ke ibunya. Berangkatlah Rabbuna, dengan perbekalan 7 butir ketupat dan air minum secukupnya. Dengan membaca “bismillah Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip”, Rabbuna melangkah pergi.

Perjalanan ditempuh Rabbuna 7 hari. Demi menjalankan misi gurunya, mencari firman Tuhan, apapun Rabbuna lakukan. Ini sebagai baktinya kepada guru.

Di hari pertama perjalanannya, Rabbuna ketemu dengan tempat penyamon² dan penjudi²¹. Mereka sedang berjudi. Diantara penyamon itu ada bertanya ke Rabbuna mau kemana. Menanya nama Rabbuna dan apa tujuan Rabbuna. Rabbuna menjelaskan nama, maksud dan tujuannya. Dia diperintah guruya mencari firman Tuhan.

“Kalau engkau ketemu dengan Tuhanmu. Kami di sini kan penjudi, pemabuk, penyamon, premen. Tolong tanyakan ke Tuhan, kami masuk nerake²² ke berape²³?” pesan salah satu penyamon ke Rabbuna.

Berarti pesan penyamon tersebut, merupakan pesan dan amanah kedua, setelah amanah gurunya. Selajutnya, Rabbuna melanjutkan perjalanannya. Setalah jauh perjalanan yang dia tempuh, Rabbuna melihat orang yang sedang khusyu’ shalat di tengah hutan.  Saking lama dan taatnya orang tersebut beribadah, batu tempat dia sujud shalat menjadi cekung. Keningnya berbekas hitam, tanda bekas sujudnya. Rabbuna berhenti. Setelah  orang tersebut selesai shalat, Rabbuna menyapanya.

Kemudian orang tersebut bertanya kepada Rabbuna mau kemana. Rabbuna menjelaskan ikhwalnya diperintah guru, mencari firman Tuhan. Mendengar penjelasan Rabbuna, orang taat ini ingin menitip pesan ke Rabbuna.

“Wahai Rabbuna, jike² engkau ketemu Tuhan. Aku ibadah ni sampai cekong² batu dah². Di akhirat nanti, di surge² ke berape aku ditempatkan?” tutur orang taat  berepesan ke Rabbuna. Ini amanah ketiga yang diterima Rabbuna.

Rabbuna melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa hari perjalanan, Rabbuna ketemu pohon yang sangat besar. Tetapi pohon itu tidak berbuah. Tiba-tiba, di sekitar pohon tersebut terdengar suara menyapa Rabbuna. Pohon tersebut menanya Rabbuna mau kemana. Dijawab Rabbuna, bahwa dia ingin mencari firman Tuhan.

“Kanape² bah aku ni ndak bebuah², padehal pokok aku besa’³. Sedangkan pokok-pokok³¹ yang keci’³² di sekitar aku bebuah semue³³. Tolong kau tanyakan kepada Tuhan, ape penyebabnye³?” keluh pohon besar ke Rabbuna. Selesai menerima pesan, Rabbuna melanjutkan perjalanannya.

Setelah beberapa hari berjalan, tepatnya hari keenam, Rabbuna bertemu dengan hewan yang sangat besar di tepi sungai. Hewan tersebut tak dapat menggerakan tubuhnya yang besar. Sementara hewan-hewan yang lain bebas bergerak. Hewan besar ini bertanya ke Rabbuna, apa hajat dan tujuan Rabbuna. Rabbuna menjelaskan tujuannya.

“Kalau kau temu firman Tuhan, tolong tanyakan tentang aku ini. Kenape aku ndak dapat bergerak. Tubuhku besa’. Sementare³ hewan yang lebih keci’ dari aku dapat bergerak,” ungkap hewan besar tersebut ke Rabbuna.

“Baek³. Jike nanti aku ketemu firman Tuhan, make akan aku  tanyakan masalahmu,“ jawab Rabbuna ke hewan besar tersebut, sambil melangkahkan kakinya menlanjutkan perjalanan.

Dari perjalanan Rabbuna selama enam hari tersebut, dia mendapat  4 manah. Ditambah dengan amanah gurunya yang merupakan amanah utama, jadi Rabbuna mendapat 5 amanah. Lima amanah tersebut harus Rabbuna sampaikan kepada firman Tuhan.

Pada hari ketujuh perjalanan Rabbuna, dia mendengar suara yang menggema menyebut namanya. “Wahai Rabbuna…. Apa yang engkau cari?”

“Saye disuroh³ menghadap, mencari firman Tuhan,”  Rarbbuna menjawab suara misterius tersebut. Rabbuna menceritakan ikhwal dia datang, mencari firman Tuhan. Dijawab suara tersebut, bahwa dialah  firman Tuhan.

Rabbuna pun menceritakan amanah-amanah yang dititipkan kepadanya. Amanah pertama, amanah gurunya. Soal mushalla yang dibangun di tempatnya, siang dibangun, malam roboh lagi. Malam dibangun, paginya sudah roboh lagi.

“Sampaikan ke gurumu, jadi pemimpin itu harus adil. Itu terjadi akibat gurumu berlaku tidak adil, zalim. Orang miskin diajar yang tidak-tidak. Sedangkan orang kaya diajar yang sesungguhnya. Jangan membeda-bedakan murid, baik dia kaya atau miskin. Perlakukan murid dengan adil dan sama,” jawab suara ghaib tersebut.

Setelah itu, Rabbuna menyampaikan amanah kedua. Bahwa dia mendapat pesan untuk disampaikan kepada firman Tuhan, dari para penyamon dan penjudi (preman). Mereka bertanya, di neraka ke berepa mereka ditempatkan. Karena hari-hari mereka hiasi dengan merampok, berjudi, mabuk-mabuk dan sebagainya.

“Wahai Rabbuna…! Katakan kepada para penyamon, pemabuk dan penjudi tersebut. Bahwa mereka akan masuk ke surga yang ketujuh, asal mereka mau bertobat dan tidak mengulangi perbuatannya,” jawab suara tersebut.

Rabbuna melanjutkan  menyampaikan amanah ketiga yang diterimanya. Amanah orang yang taat beribadah, hingga batu sampai cekung dan keningnya hitam. Orang taat tersebut bertanya, di surga keberapa dia ditempatkan.

“Katakan kepada orang taat tersebut Rabbuna, dia akan Aku tempatkan ke neraka yang ketujuh. Sebab dia telah sombong, takabur. Belum tentu Aku menerima segala amalnya, dia sudah menjamin dia masuk surga,” jawab firman Tuhan.

Kemudian, Rabbuna menjelaskan dan menyampaikan amanah pohon besar, yang tidak mau berbuah. Sementara, pohon-pohon kecil di sekelilingnya pada berbuah semua.

“Katakan kepada pohon besar tersebut Rabbuna, perbanyaklah bersedekah! Dia subur dan berbuah pun percuma, karena tidak mau bersedekah,” kata suara tersebut menjelaskan ke Rabbuna.

Selanjutnya, Rabbuna menyampaikan amanah terakhir kepada suara ghaib tersebut. Bahwa dia bertemu hewan besar di tepi sungai. Hewan tersebut tidak dapat bergerak, sedangkan hewan-hewan kecil lainnya bergerak bebas. Badannya tumbuh menjadi besar.

”Katakan kepadan hewan tersebut Rabbuna, itu terjadi kerana dia meiliki sifat rakus, tamak, suka numpuk harta. Dia hanya mementingkan dirinya sediri. Hanya makan sendiri, yang lain tidak kebagian,” penjelasan suara ghaib tersebut.

Setelah selesai menyampaikan semua amanah yang dia terimanya, Rabbuna berpamitan dan berterima kasih kepada suara ghaib tersebut. Suara ghaib tersebut secara misterius hilang dari pendengaran Rabbuna. Kemudian Rabbuna melanjutkan perjalanan pulangnya.

Dalam perjalanan pulangnya, pertama yang Rabbuna jumpai ialah hewan besar yang tidak bisa bergerak. Hewan tersebut bertanya kepada Rabbuna, apa jawaban dari firman Tuhan. Rabbuna menjelaskan bahwa dia temak, rakus, mementingkan diri sendiri. Mendengar penjelasan Rabbuna, hewan besar tersebut memuntahkan isi perutnya. Keajaiban terjadi. Yang keluar dari mulut hewan tersebut emas semua.

“Kau ambek am semue³ emas ini untok³ kau Rabbuna!” perintah hewan tersebut menyuruh Rabbuna mengambil emas yang dimuntahkannya.

Rabbuna mengambil emas semampunya saja. Dimasukannya ke dalam buntel⁴⁰, dia pun melanjutkan perjalanan. Setelah memuntahkan emas, hewan besar tersebut bisa bergerak seperti biasa.

Di hari selanjutnya, Rabbuna bertemu dengan pohon besar yang tidak berbuah. Berdasarkan suara ghaib yang dia dengar, bahwa pohon ini tidak pernah bersedekah. Sebab itu pohon ini tidak berbuah. Keajaiban kembali terjadi. Pohon besar ini mengugurkan buahnya, menjadi permata dan mutiara.

“Silekan¹ kau ambek semuenye² Rabbuna mutiare dan permate ini!” tutur pohon besar ke Rabbuna, agar mengambil mutiara dan permata dari buahnya. Namun Rabbuna hanya mengambil semampunya saja.

Perjalanan selanjutnya, Rabbuna bertemu dengan seorang yang taat beribadah dan gerombolan preman. Setiap tempat yang dia jumpai, Rabbuna menjelaskan jawaban ghaib yang dia dapatkan. Ke orang yang taat beribadah, dijelaskan Rabbuna tentang kesombongan dan ketakaburannya, sebab itu neraka ketujuh tempatnya.

Ke para preman dijelaskan Rabbuna, mereka bisa masuk surga ketujuh, asalkan mereka bertobat dan tidak mengulangi. Bukan main senangnya hati para preman tersebut. Ketua preman berikrar dengan anak buahnya, mereka bertobat dari jelan sesat tersebut. Mereka taat beribadah, dan mendirikan mushalla sebagai tempat mereka beribadah.

Hari ketujuh, sampailah Rabbuna di kampung halamannya. Rabbuna langsung pulang ke rumah, menemui ibunya. Dia menceritakan semua kisah perjalanannya. Menceritakan apa yang dia alami dalam perjalanan. Dia tunjukan emas, mutiara dan permata ke ibunya.

Ibu Rabbuna sempat curiga dan tidak percaya dengan apa yang dibawa Rabbuna. Karena dijelaskan secara detail apa yang diamali Rabbuna, ibunya percaya. Sebab, Rabunna anak yang jujur. Selama ini dia tidak pernah membohongi ibunya dan orang lain.

Malam hari, Rabbuna menemui gurunya, sekalian datang mengaji. Gurunya bertanya, apakah Rabbuna ketemu dengan firman Tuhan. Rabbuna menjawab ketemu.

 

Kemudian Rabbuna mejelaskan ikhwal mengapa bangunan mushalla sering tumbang tersebut. Karena gurunya membeda-bedakan murid. Murid yang kaya diistimewakan, yang miskin dipandang rendah. Tidak berlaku adil dan bersikap zalim.

Sang guru termenung mendengar ucapan Rabbuna. Dia berpikir, apa yang disampaikan Rabbuna memang benar. Bahwa selama ini dia tidak berlaku adil dengan Rabbuna. Akhirnya dia meminta maaf dengan Rabbuna, dan tidak akan membeda-bedakan lagi diantara muridnya.

Ke esoknya, guru dan warga kembali membangun mushalla yan tidak bisa dibangun tersebut. Dengan ijin Tuhan, mushalla tersebut tidak tumbang-tumbang lagi. Rabbuna juga turut urung menyumbang harta benda untuk pembangunan mushalla. Karena Rabbuna dianugerahi banyak barang berharga, dari perjalanannya mencari firman Tuhan.

Gurunya dan warga yang lain merasa heran, dari mana Rabbuna bisa mendapat barang-barang berharga. Rabbuna menjelaskan apa yang dia alami selama perjalanan mencari Tuhan.

Dari peristiwa tersebut, membuat gurunya sadar dan insaf.  Dia mengajar Rabbuna ngaji pun dengan sungguh-sungguh. Sehingga Rabbuna menjadi seorang yang alim. Singkat cerita, di kemudian hari, Rabbuna menjadi menantu gurunya.***

 

Hikmah dan arti dalam cerita:

Seburuk-buruknya tabiat seseorang. Sebejat-bejatnya perbuatannya, selama dia mau bertobat dan tidak akan mengulangi kesalahannya, maka Allah akan mengampuninya;

Dalam hidup kita tidak boleh sombong dan takabur, karena Allah tidak menyukai orang yang demikian. Urusan surga dan neraka, amal dan dosa itu hak mutlak Allah. Tugas hamba hanya mengabdi dan berbuat kebaikan;

Islam sangat menganjurkan pengikutnya memperbanyak bersedakah. Karena harta yang kita miliki tidak mutlak miliki kita, ada hak orang lain juga di dalamnya. Berbagi merupakan bentuk kepekaan sosial, sesuai dengan falsafah dan dasar negara kita Pancasila;

Kita harus membuang jauh-jauh sifat tamak/rakus. Ini penyakit hati yang dibenci Tuhan. Sifat tamak/rakus sesungguhnya merugikan diri kita sendiri. Padahal, sebagai makhluk sosial kita harus saling berbagi dan menolong;

Anak kumang¹, artinya anak yang tidak memiliki bapak (yatim); anak tunggal;

Lengang², artinya sepi, tidak ada warga/orang/penduduknya;

Pulut³, artinya ketan; nasi pulut: nasi ketan;

Duit seketip, uang seketip. Seketip ialah hitungan uang logam zaman dulu;

Panduk, yaitu membakar sesuatu untuk membuat asap memburu nyamuk;

Kenyamukan, artinya digigit nyamuk;

Udah afal lom, artinya sudah hafal belum;

Upeh, yaitu pelepah pinang dan sejeninya, yang dikupas kulitnya dijadikan pembukus makanan dan sebagainya;

Jegung kapal, yaitu palkah kapal/perahu;

Sekerebuk¹, kerebuk; kerebok; gerebok, ialah tempat air dan sebagainya yang terbuat dari buah bila;

Buah bila¹¹, ialah buah maja;

Kukabakan¹², artinya kukabarkan;

Kupadahkan¹, artinya kukabarkan, kubilangkan;

Lari tunggang-langgang¹, artinya lari terbirit-birit;

Diambi’ nak¹, artinya diambil anak;

Karne¹ , artinya karena;

Punye urang¹, artinya punya orang;

Bia pon kite misken¹, biar pun kita miskin;

Selang¹, artinya jeda waktu;

Penyamon², artinya pencuri; perampok;

Penjudi²¹, artinya melakukan perbuatan judi; orang yang berjudi;

Nerake²², artinya neraka;

Berape²³, artinya berapa;

Jike², artinya jika;

Cekong², artinya cekung;

Dah², artinya sudah;

Surge², rtinya surga;

Kanape², artinya kenapa; mengepa;

Bebuah², artinya berbuah;

Padehal pokok aku besa’³, artinya padahal pohon aku besar;

Pokok-pokok³¹, artinya pohon-pohon;

Keci’³², artinya kecil;

Semue³³, artinya semua;

Ape penyebabnye³, artinya apa penyebabnya; apa sebabnya;

Sementare³, artinya sementara;

Baek³, artinya baik;

Saye disuroh³, artinya saya diperintah;

Ambek am semue³, artinya ambillah semua;

Untok³, artinya untuk;

Buntel⁴⁰, ialah bungkusan/pembungkus barang-barang perbekalan dengan menggunakan kain, yang biasa ditopang di bahu;

Silekan¹, artinya silakan;

Semuenye², artinya semuanya;

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar