Kisah Rabbuna Bertemu Tuhan
Rabbuna, anak miskin dan polos ini berniat tulus ingin
belajar mengaji. Keinginan anak kumang¹
ini sejak lama dia kemukakan ke ibunya.
Namun ibunya belum mengijinkan, mengingat usia Rabbuna masih kecil. Sementara
tempat guru ngaji agak jauh dari rumah mereka, melalui tempat yang lengang².
Ketika usia Rabbuna dianggap sudah bisa mandiri, barulah
ibunya mengijinkan Rabbuna pergi berguru. Dulu, mau berguru harus menyerahkan
semacam mahar ke guru, berupa tikar, bantal, nasi pulut³,
dan lain-lain. Namun ibu Rabbuna hanya memiliki pisang sesisr dan duit seketip⁴ saja,
sebagai mahar ke calon gurunya.
Dengan berbekal pisang sesisir dan duit seketip, dengan
ditemani ibunya, Rabbuna pergi mendaftar
mengaji. Setibanya di tempat tujuan, ibu Rabbuna menjelaskan maksud dan
tujuannya ke sang guru. Menurut sang guru, besok Rabbuna sudah boleh datang
mengaji. Rabbuna dan ibunya pun pulang.
Ibu Rabbuna mempersiapkan segala keperluan dia mengaji. Karena malam nanti, merupakan malam pertama
dia pergi mengaji.
Sesampai di tempat mengaji, Rabbuna disuruh gurunya
menghidupkan panduk⁵, yaitu api untuk memburu nyamuk di bawah rumah. Dengan asap
panduk, santri yang sedang mengaji tidak terganggu.
Setelah para santri selesai mengaji, Rabbuna bertanya pada
gurunya, apa hafalan untuk dia hari ini. Karena, sedari tadi dia hanya
diperintah gurunya ini itu. Dia menunggu kapan gurunya menyuruh dia mengaji.
“Bismillah
Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip,” demikian lafadz yang diajarkan sang guru ke Rabbuna.
Rabbuna bertanya, kenapa dia diajarkan gurunya demikian.
Jawab gurunya, karena dia anak baru dan baru belajar. Rabbuna merasa janggal. Sementara,
teman-temannya membaca ayat-ayat Al-Qur’an.
Besok malamnya, murid-murid yang lain pada ngaji, Rabbuna
tetap diperintah gurunya membuat panduk. Membuat asap agar teman-teman dan
gurunya tidak kenyamukan⁶ saat ngaji. Setelah murid-murid yang lain mengaji dan pulang,
Rabbuna naik ingin mengaji.
“Kau
udah afal lom⁷ yang aku ajarkan semalam?” tanya guru ke Rabbuna, dijawab Rabbuna
sudah hafal. Kemudian sang guru memerintahkan agar Rabbuna membacakannya.
“Bismillah
Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip,” lafadz Rabbuba, sebagaimana yang diajarkan gurunya.
Selama tiga malam, pekerjaan Rabbuna selalu demikian.
Membuat panduk dan menglafadzkan yang diajarkan gurunya. Sehingga lafadz
tersebut terngiang-ngiang di otaknya. Rabbuna menjadi fasih membacanya.
Suatu ketika, Rabbuna diajak gurunya bertamasya. Mereka
mengarungi lautan luas, menggunakan perahu layar. Dengan berbekal ubi rebus
yang dimasukan di dalam upeh⁸, berangkatlah Rabbuna, guru dan teman-temannya. Sementara
perbekalan teman-teman Rabbuna ayam dan makanan enak lainnya.
Sesampainya di atas kapal, Rabbuna ditempatkan di dalam
jegung kapal⁹. Sedangkan guru ngaji dan teman-temannya berada di atas
kapal. Ketika waktu makan tiba, teman-temannya pada makan. Mereka menyantap
makan-makanan enak. Tidak satu pun diantara mereka yang menawarkan makanan ke
Rabbuna. Rabbuna hanya makan ubi rebus saja. Ketika sang guru sedang menyantap
makanan yang enak, tiba-tiba tersedak. Sedangkan perbekalan, berupa air sudah
habis.
Kapal sedang berada di tengah laut. Sedangkan air minum
sudah habis. Bersyukur, dari kejauhan tampak ada pulau. Di pulau tersebut pasti
ada sumber air bersih.
Ketika sang guru berharap bantuan dari murid-muridnya, tidak
satu pun yang bisa ke pulau tersebut mengambil air bersih. Hanya Rabbuna
menyanggupinya, demi baktinya kepada sang guru. Walau tempat mengambil air
tersebut jauh di tengah laut, dengan keyakinan dan kepasrahannya kepada Ilahi,
Rabbuna berangkat.
“Bismillah
Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip,” lantunan doa Rabbuna bermunajat kepada Allah di depan kapal.
Doa yang pertama kali diajarkan gurunya, ketika dia baru mulai mengaji.
Betapa terkejutnya teman-teman Rabbuna, ketika Rabbuna
dengan penuh keyakinan melangkah ke air. Dengan membaca doa tersebut, Rabbuna
bisa berjalan di atas air hingga sampai ke pulau tersebut. Kemudian kembali ke
kapal, dengan membawa air sekerebuk¹⁰ buah
bila`¹¹. Dengan doa yang sama, “bismillah Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip”, Rabuna melangkah pulang ke kapal.
Setiba di kapal, Rabbuna memberikan air tersebut kepada
gurunya. Setelah minum, sang guru yang tersedak karena serat makan, merasa
sembuh dan lega tenggorokannya. Bukan main bersyukurnya sang guru. Kemudian
guru bertanya ke Rabbuna, apa yang dibaca Rabbuna, sehingga Rabbuna bisa
berjalan di atas air. Rabbuna menjawab, bahwa dia membaca apa yang diajarkan
gurunya.
Karena keyakinan Rabbuna sangat tinggi, apa yang diajarkan
gurunya dia ikuti. Dengan kejujuran dan keyakinannya, Allah mengijabah doa-doa
yang dipanjatkan Rabbuna.
Pada suatu hari, Rabbuna melihat ada orang yang hendak
mencuri. Saat itu, Rabbuna sedang bertengger di atas balok kayu di dalam parit.
Rabbuna kecil asyik bermain dan bernyanyi, sambil mengenjit-enjit balok
tersebut. Dia bernyanyi seperti bunyi orang sedang mengaji.
“Kukabakan¹²,
kupadahkan¹³. Kukabakan, kupadahkan,” nyanyi Rabbuna, seperti orang mengaji.
Berulang-ulang Rabbuna melantunkan nyanyinya, membuat
pencuri tersebut curiga. Pencuri berpikir bahwa Rabbuna mengetahui bahwa dia
mencuri. Akhirnya pencuri tersebut lari tunggang-langgang¹⁴ ketakutan.
Saking takutnya, barang-barang hasil curiannya tertinggal.
Rabbuna heran dengan tingkah laku pencuri tersebut. Rabbuna
mencoba mencari tahu apa yang sedang dilakukan orang yang berlari tadi. Betapa
terkejutnya Rabbuna, melihat barang-barang beharga di semak, yang ditinggalkan
pencuri tadi. Ada emas dan harta berharga lainnya, di dekat pohon tempat
pencuri tersebut bersembunyi.
Rabbuna memberi tahukan ke ibunya, bahwa dia telah menemukan
barang-barang beharga. Dia bercerita, bahwa ada seseorang berlari mendengar dia
bernyanyi. Rabbuna pun mengajak ibunya melihat barang-barang tersebut.
“Jangan
diambi’ nak¹⁵! Karne¹⁶ itu punye urang¹⁷, bia pon kite misken¹⁸, ini hak urang, bukan punye kite,” nasihat ibu Rabbuna ke anaknya, agar
tidak mengambil yang bukan haknya. Kemudian mereka pulang, meninggalkan
barang-barang tersebut.
Selang¹⁹ berapa
bulan berikutnya, warga kampung hendak membangun tempat mengaji, berupa
mushalla. Karena tempat mengaji yang ada, sudah sempit. Jumlah murid yang ngaji
semakin bertambah.
Segala bahan yang dibutuhkan dipersiapakan. Sesuai jadwal
yang ditetepkan, warga pun bergotong royong mendirikan mushalla tersebut.
Anehnya, siang dibangun malam tumbang. Sudah beberapa kali warga membangunnya,
malam tumbang lagi.
Ada yang mengusulkan, agar membangunnya malam hari. Namun
dibangun malam hari pun, siangnya tumbang juga. Warga semakin penasaran,
mengapa keanehan ini bisa terjadi.
Setelah dibangun, warga mencoba mengintai, siapakah yang
menumbangkan bangunan tersebut. Tetapi, tidak seorang pun yang melakukannya.
Angin pun tidak ada. Melainkan bangunan tersebut tumbang sendiri.
Menyaksikan kejadian yang pelik ini, guru ngaji dan warga
berunding mencari jalan keluarnya. Bagaimana caranya agar bangunan tersebut
tidak tumbang kembali. Ketika ditanya satu persatu, siapa yang sanggup mencari
petunjuk, agar mushalla tidak tumbang lagi. Tak ada satu pun yang mau. Kembali
Rabbuna berkata, dia sanggup menerima amanah ini.
Sebelum Rabbuna berangkat mencari petunjuk, Rabbuna meminta
ijin ke ibunya. Berangkatlah Rabbuna, dengan perbekalan 7 butir ketupat dan air
minum secukupnya. Dengan membaca “bismillah
Rabbuna, pisang sesisir, duit seketip”, Rabbuna melangkah pergi.
Perjalanan ditempuh Rabbuna 7 hari. Demi menjalankan misi
gurunya, mencari firman Tuhan, apapun Rabbuna lakukan. Ini sebagai baktinya
kepada guru.
Di hari pertama perjalanannya, Rabbuna ketemu dengan tempat penyamon²⁰ dan penjudi²¹. Mereka sedang berjudi. Diantara penyamon itu ada bertanya ke
Rabbuna mau kemana. Menanya nama Rabbuna dan apa tujuan Rabbuna. Rabbuna
menjelaskan nama, maksud dan tujuannya. Dia diperintah guruya mencari firman
Tuhan.
“Kalau engkau ketemu dengan Tuhanmu. Kami di sini kan
penjudi, pemabuk, penyamon, premen. Tolong tanyakan ke Tuhan, kami masuk nerake²² ke berape²³?” pesan salah satu penyamon ke Rabbuna.
Berarti pesan penyamon tersebut, merupakan pesan dan amanah
kedua, setelah amanah gurunya. Selajutnya, Rabbuna melanjutkan perjalanannya.
Setalah jauh perjalanan yang dia tempuh, Rabbuna melihat orang yang sedang
khusyu’ shalat di tengah hutan. Saking
lama dan taatnya orang tersebut beribadah, batu tempat dia sujud shalat menjadi
cekung. Keningnya berbekas hitam, tanda bekas sujudnya. Rabbuna berhenti.
Setelah orang tersebut selesai shalat,
Rabbuna menyapanya.
Kemudian orang tersebut bertanya kepada Rabbuna mau kemana.
Rabbuna menjelaskan ikhwalnya diperintah guru, mencari firman Tuhan. Mendengar
penjelasan Rabbuna, orang taat ini ingin menitip pesan ke Rabbuna.
“Wahai Rabbuna, jike²⁴ engkau
ketemu Tuhan. Aku ibadah ni sampai cekong²⁵ batu
dah²⁶.
Di akhirat nanti, di surge²⁷ ke
berape aku ditempatkan?” tutur orang taat
berepesan ke Rabbuna. Ini amanah ketiga yang diterima Rabbuna.
Rabbuna melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa hari
perjalanan, Rabbuna ketemu pohon yang sangat besar. Tetapi pohon itu tidak
berbuah. Tiba-tiba, di sekitar pohon tersebut terdengar suara menyapa Rabbuna.
Pohon tersebut menanya Rabbuna mau kemana. Dijawab Rabbuna, bahwa dia ingin
mencari firman Tuhan.
“Kanape²⁸ bah
aku ni ndak bebuah²⁹, padehal pokok aku besa’³⁰. Sedangkan pokok-pokok³¹
yang keci’³² di
sekitar aku bebuah semue³³. Tolong kau tanyakan kepada Tuhan, ape penyebabnye³⁴?”
keluh pohon besar ke Rabbuna. Selesai menerima pesan, Rabbuna melanjutkan
perjalanannya.
Setelah beberapa hari berjalan, tepatnya hari keenam,
Rabbuna bertemu dengan hewan yang sangat besar di tepi sungai. Hewan tersebut
tak dapat menggerakan tubuhnya yang besar. Sementara hewan-hewan yang lain
bebas bergerak. Hewan besar ini bertanya ke Rabbuna, apa hajat dan tujuan
Rabbuna. Rabbuna menjelaskan tujuannya.
“Kalau kau temu firman Tuhan, tolong tanyakan tentang aku
ini. Kenape aku ndak dapat bergerak. Tubuhku besa’. Sementare³⁵ hewan
yang lebih keci’ dari aku dapat bergerak,” ungkap hewan besar tersebut ke
Rabbuna.
“Baek³⁶. Jike
nanti aku ketemu firman Tuhan, make akan aku
tanyakan masalahmu,“ jawab Rabbuna ke hewan besar tersebut, sambil
melangkahkan kakinya menlanjutkan perjalanan.
Dari perjalanan Rabbuna selama enam hari tersebut, dia
mendapat 4 manah. Ditambah dengan amanah
gurunya yang merupakan amanah utama, jadi Rabbuna mendapat 5 amanah. Lima
amanah tersebut harus Rabbuna sampaikan kepada firman Tuhan.
Pada hari ketujuh perjalanan Rabbuna, dia mendengar suara
yang menggema menyebut namanya. “Wahai Rabbuna…. Apa yang engkau cari?”
“Saye disuroh³⁷ menghadap,
mencari firman Tuhan,” Rarbbuna menjawab
suara misterius tersebut. Rabbuna menceritakan ikhwal dia datang, mencari
firman Tuhan. Dijawab suara tersebut, bahwa dialah firman Tuhan.
Rabbuna pun menceritakan amanah-amanah yang dititipkan
kepadanya. Amanah pertama, amanah gurunya. Soal mushalla yang dibangun di
tempatnya, siang dibangun, malam roboh lagi. Malam dibangun, paginya sudah
roboh lagi.
“Sampaikan ke gurumu, jadi pemimpin itu harus adil. Itu
terjadi akibat gurumu berlaku tidak adil, zalim. Orang miskin diajar yang
tidak-tidak. Sedangkan orang kaya diajar yang sesungguhnya. Jangan
membeda-bedakan murid, baik dia kaya atau miskin. Perlakukan murid dengan adil
dan sama,” jawab suara ghaib tersebut.
Setelah itu, Rabbuna menyampaikan amanah kedua. Bahwa dia
mendapat pesan untuk disampaikan kepada firman Tuhan, dari para penyamon dan
penjudi (preman). Mereka bertanya, di neraka ke berepa mereka ditempatkan.
Karena hari-hari mereka hiasi dengan merampok, berjudi, mabuk-mabuk dan
sebagainya.
“Wahai Rabbuna…! Katakan kepada para penyamon, pemabuk dan
penjudi tersebut. Bahwa mereka akan masuk ke surga yang ketujuh, asal mereka
mau bertobat dan tidak mengulangi perbuatannya,” jawab suara tersebut.
Rabbuna melanjutkan
menyampaikan amanah ketiga yang diterimanya. Amanah orang yang taat
beribadah, hingga batu sampai cekung dan keningnya hitam. Orang taat tersebut
bertanya, di surga keberapa dia ditempatkan.
“Katakan kepada orang taat tersebut Rabbuna, dia akan Aku
tempatkan ke neraka yang ketujuh. Sebab dia telah sombong, takabur. Belum tentu
Aku menerima segala amalnya, dia sudah menjamin dia masuk surga,” jawab firman
Tuhan.
Kemudian, Rabbuna menjelaskan dan menyampaikan amanah pohon
besar, yang tidak mau berbuah. Sementara, pohon-pohon kecil di sekelilingnya
pada berbuah semua.
“Katakan kepada pohon besar tersebut Rabbuna, perbanyaklah
bersedekah! Dia subur dan berbuah pun percuma, karena tidak mau bersedekah,”
kata suara tersebut menjelaskan ke Rabbuna.
Selanjutnya, Rabbuna menyampaikan amanah terakhir kepada
suara ghaib tersebut. Bahwa dia bertemu hewan besar di tepi sungai. Hewan
tersebut tidak dapat bergerak, sedangkan hewan-hewan kecil lainnya bergerak
bebas. Badannya tumbuh menjadi besar.
”Katakan kepadan hewan tersebut Rabbuna, itu terjadi kerana
dia meiliki sifat rakus, tamak, suka numpuk harta. Dia hanya mementingkan
dirinya sediri. Hanya makan sendiri, yang lain tidak kebagian,” penjelasan
suara ghaib tersebut.
Setelah selesai menyampaikan semua amanah yang dia
terimanya, Rabbuna berpamitan dan berterima kasih kepada suara ghaib tersebut.
Suara ghaib tersebut secara misterius hilang dari pendengaran Rabbuna. Kemudian
Rabbuna melanjutkan perjalanan pulangnya.
Dalam perjalanan pulangnya, pertama yang Rabbuna jumpai
ialah hewan besar yang tidak bisa bergerak. Hewan tersebut bertanya kepada
Rabbuna, apa jawaban dari firman Tuhan. Rabbuna menjelaskan bahwa dia temak,
rakus, mementingkan diri sendiri. Mendengar penjelasan Rabbuna, hewan besar
tersebut memuntahkan isi perutnya. Keajaiban terjadi. Yang keluar dari mulut
hewan tersebut emas semua.
“Kau
ambek am semue³⁸ emas ini untok³⁹ kau
Rabbuna!” perintah hewan tersebut menyuruh Rabbuna mengambil emas yang
dimuntahkannya.
Rabbuna mengambil emas semampunya saja. Dimasukannya ke
dalam buntel⁴⁰, dia pun melanjutkan perjalanan.
Setelah memuntahkan emas, hewan besar tersebut bisa bergerak seperti biasa.
Di hari selanjutnya, Rabbuna bertemu dengan pohon besar yang
tidak berbuah. Berdasarkan suara ghaib yang dia dengar, bahwa pohon ini tidak
pernah bersedekah. Sebab itu pohon ini tidak berbuah. Keajaiban kembali
terjadi. Pohon besar ini mengugurkan buahnya, menjadi permata dan mutiara.
“Silekan⁴¹ kau
ambek semuenye⁴² Rabbuna
mutiare dan permate ini!” tutur pohon besar ke Rabbuna, agar mengambil mutiara
dan permata dari buahnya. Namun Rabbuna hanya mengambil semampunya saja.
Perjalanan selanjutnya, Rabbuna bertemu dengan seorang yang
taat beribadah dan gerombolan preman. Setiap tempat yang dia jumpai, Rabbuna
menjelaskan jawaban ghaib yang dia dapatkan. Ke orang yang taat beribadah,
dijelaskan Rabbuna tentang kesombongan dan ketakaburannya, sebab itu neraka
ketujuh tempatnya.
Ke para preman dijelaskan Rabbuna, mereka bisa masuk surga
ketujuh, asalkan mereka bertobat dan tidak mengulangi. Bukan main senangnya
hati para preman tersebut. Ketua preman berikrar dengan anak buahnya, mereka
bertobat dari jelan sesat tersebut. Mereka taat beribadah, dan mendirikan
mushalla sebagai tempat mereka beribadah.
Hari ketujuh, sampailah Rabbuna di kampung halamannya.
Rabbuna langsung pulang ke rumah, menemui ibunya. Dia menceritakan semua kisah
perjalanannya. Menceritakan apa yang dia alami dalam perjalanan. Dia tunjukan
emas, mutiara dan permata ke ibunya.
Ibu Rabbuna sempat curiga dan tidak percaya dengan apa yang
dibawa Rabbuna. Karena dijelaskan secara detail apa yang diamali Rabbuna,
ibunya percaya. Sebab, Rabunna anak yang jujur. Selama ini dia tidak pernah
membohongi ibunya dan orang lain.
Malam hari, Rabbuna menemui gurunya, sekalian datang
mengaji. Gurunya bertanya, apakah Rabbuna ketemu dengan firman Tuhan. Rabbuna
menjawab ketemu.
Kemudian Rabbuna mejelaskan ikhwal mengapa bangunan mushalla
sering tumbang tersebut. Karena gurunya membeda-bedakan murid. Murid yang kaya
diistimewakan, yang miskin dipandang rendah. Tidak berlaku adil dan bersikap
zalim.
Sang guru termenung mendengar ucapan Rabbuna. Dia berpikir,
apa yang disampaikan Rabbuna memang benar. Bahwa selama ini dia tidak berlaku
adil dengan Rabbuna. Akhirnya dia meminta maaf dengan Rabbuna, dan tidak akan
membeda-bedakan lagi diantara muridnya.
Ke esoknya, guru dan warga kembali membangun mushalla yan
tidak bisa dibangun tersebut. Dengan ijin Tuhan, mushalla tersebut tidak
tumbang-tumbang lagi. Rabbuna juga turut urung menyumbang harta benda untuk
pembangunan mushalla. Karena Rabbuna dianugerahi banyak barang berharga, dari
perjalanannya mencari firman Tuhan.
Gurunya dan warga yang lain merasa heran, dari mana Rabbuna
bisa mendapat barang-barang berharga. Rabbuna menjelaskan apa yang dia alami
selama perjalanan mencari Tuhan.
Dari peristiwa tersebut, membuat gurunya sadar dan
insaf. Dia mengajar Rabbuna ngaji pun
dengan sungguh-sungguh. Sehingga Rabbuna menjadi seorang yang alim. Singkat
cerita, di kemudian hari, Rabbuna menjadi menantu gurunya.***
Hikmah dan arti dalam cerita:
Seburuk-buruknya
tabiat seseorang. Sebejat-bejatnya perbuatannya, selama dia mau bertobat dan
tidak akan mengulangi kesalahannya, maka Allah akan mengampuninya;
Dalam
hidup kita tidak boleh sombong dan takabur, karena Allah tidak menyukai orang
yang demikian. Urusan surga dan neraka, amal dan dosa itu hak mutlak Allah.
Tugas hamba hanya mengabdi dan berbuat kebaikan;
Islam
sangat menganjurkan pengikutnya memperbanyak bersedakah. Karena harta yang kita
miliki tidak mutlak miliki kita, ada hak orang lain juga di dalamnya. Berbagi
merupakan bentuk kepekaan sosial, sesuai dengan falsafah dan dasar negara kita
Pancasila;
Kita
harus membuang jauh-jauh sifat tamak/rakus. Ini penyakit hati yang dibenci
Tuhan. Sifat tamak/rakus sesungguhnya merugikan diri kita sendiri. Padahal,
sebagai makhluk sosial kita harus saling berbagi dan menolong;
Anak
kumang¹, artinya anak yang tidak memiliki bapak (yatim); anak tunggal;
Lengang²,
artinya sepi, tidak ada warga/orang/penduduknya;
Pulut³,
artinya ketan; nasi pulut: nasi ketan;
Duit
seketip⁴, uang seketip. Seketip ialah hitungan uang
logam zaman dulu;
Panduk⁵, yaitu membakar sesuatu untuk membuat asap memburu nyamuk;
Kenyamukan⁶, artinya digigit nyamuk;
Udah afal
lom⁷, artinya sudah hafal belum;
Upeh⁸, yaitu pelepah pinang dan sejeninya, yang dikupas kulitnya
dijadikan pembukus makanan dan sebagainya;
Jegung
kapal⁹, yaitu palkah kapal/perahu;
Sekerebuk¹⁰, kerebuk; kerebok; gerebok, ialah tempat air dan sebagainya yang
terbuat dari buah bila;
Buah
bila¹¹, ialah buah maja;
Kukabakan¹²,
artinya kukabarkan;
Kupadahkan¹,
artinya kukabarkan, kubilangkan;
Lari
tunggang-langgang¹⁴, artinya lari terbirit-birit;
Diambi’
nak¹⁵, artinya diambil anak;
Karne¹⁶ , artinya karena;
Punye
urang¹⁷, artinya punya orang;
Bia pon
kite misken¹⁸, biar pun kita miskin;
Selang¹⁹, artinya jeda waktu;
Penyamon²⁰, artinya pencuri; perampok;
Penjudi²¹,
artinya melakukan perbuatan judi; orang yang berjudi;
Nerake²²,
artinya neraka;
Berape²³,
artinya berapa;
Jike²⁴, artinya jika;
Cekong²⁵, artinya cekung;
Dah²⁶, artinya sudah;
Surge²⁷, rtinya surga;
Kanape²⁸, artinya kenapa; mengepa;
Bebuah²⁹, artinya berbuah;
Padehal
pokok aku besa’³⁰, artinya padahal pohon aku besar;
Pokok-pokok³¹,
artinya pohon-pohon;
Keci’³²,
artinya kecil;
Semue³³,
artinya semua;
Ape
penyebabnye³⁴, artinya apa penyebabnya; apa sebabnya;
Sementare³⁵, artinya sementara;
Baek³⁶, artinya baik;
Saye
disuroh³⁷, artinya saya diperintah;
Ambek am
semue³⁸, artinya ambillah semua;
Untok³⁹, artinya untuk;
Buntel⁴⁰, ialah bungkusan/pembungkus barang-barang perbekalan dengan
menggunakan kain, yang biasa ditopang di bahu;
Silekan⁴¹, artinya silakan;
Semuenye⁴², artinya semuanya;
0 Komentar