Kisah Pelanduk yang Bijaksana

 


  Penutur: Baserun (Sungai Semut) 
Penulis & editor : Miftahul Huda & Hasanan
Ilustrator : Supriono

Di kampung tua dulu, ada satu keluarga yang hidupnya sangat miskin. Keluarga ini memiliki seorang anak laki-laki berusia sekitar 12 tahun. Pada suatu hari, anak miskin ini berjalan dan menghampiri rumah saudagar (orang kaya raya) di kampung mereka. Sesaat sampai di depan rumah saudagar, anak miskin mencium bau masakan yang sangat enak.

 

Benar, dia melihat saudagar sekeluarga sedang menyantap makanan.

Anak miskin tersebut duduk, menatap keluarga saudagar yang sedang makan aneka makanan dengan lahap. Tak ada sedikit pun niat saudagar mengulurkan atau menawarkan makan ke anak miskin ini.

 

Ketika keluarga saudara selesai makan,  anak miskin langsung berdiri dan sedawe¹ (sendawa).Kemudian berujar, “Eee am.... Alhamdulillah, kenyang dah mencium bau makanan saudagar ni.”

 

Mendengar ucapan anak miskin tersebut, saudagar murka. Dia tidak terima  anak miskin merasa kenyang mencium bau makanannya. Dia minta ganti rugi kepada anak miskin dengan jumlah yang tak masuk akal.

 

“Kau harus bayar 10 Dinar. Kalau tidak, akan aku laporkan kau ke raja,” ungkap saudagar dengan bengis.

 

“Dengan apa saya membayarnya tuan? Uang dan harta pun saya tak punya,” jawab anak miskin dengan polos.

 

Untuk makan sehari-hari saja susah, bagaimana mungkin bisa ganti rugi ke saudagar tersebut. Karena tak mampu ganti rugi, akhirnya saudagar melaporkan ikhwal tersebut ke raja. Dia tetap ngotot minta bayar (ganti rugi) ke anak miskin tersebut, kerena telah kenyang mencium bau makanannya.

 

Pergilah saudagar menghadap sang raja. Dia melapor ke raja ikhwal yang dialaminya. Dia menuntut keadilan kepada sang raja.

 

Setelah menerima laporan saudagar, raja pun memanggil anak miskin menghadap ke istananya. Raja bertanya kepada anak miskin, benarkah anak miskin tersebut merasa kenyang setelah mencium bau masakan saudagar.

 

“Apakah benar kau merasa kenyang setelah mencium bau masakan tuan ini?” Tanya raja ke anak miskin, sambil menjelaskan bahwa saudagar minta ganti rugi.

 

“Benar yang mulia. Tetapi saya tidak punya uang atau harta untuk membayarnya. Untuk makan sehari-hari saja saya diberi orang,” jawab anak miskin dengan wajah pucat.

 

Saudagar mendesak raja agar dapat memberi keputusan. Sang raja bingung mau mengambil keputusan apa. Jika anak miskin tersebut mencuri, merampok atau makan masakan saudagar tersebut, tentu mudah sekali memutuskan perkaranya. Masalahnya, anak miskin itu hanya mencium bau masakan lalu kenyang.


Hingga 4 hari, raja belum bisa memutuskan perkara saudagar dan anak miskin tersebut. Sementara saudagar terus mendesak agar raja segera memberikan  keputusan.

 

Ditengah kepanikan mencari jalan keluar, tiba-tiba melimpat²  seokor pelanduk dihadapan raja. Pelanduk berujar, “Eee.... Mun aku bah sebentar mah, masa raja susah benar memutuskannya.” Pelanduk pun berlalu pergi ke hutan.

 

Ke esoknya, raja memerintahkan hulubalang mencari pelanduk ke hutan. Cari-cari, ketemulah pelanduk. Bertanyalah hulubalang dengan pelanduk, apa benar dia bisa memutuskan perkara anak miskin dan saudagar.

 

“Benarkah kau pelanduk, bahwa kau bisa memutuskan perkara yang sedang ditangani raja?” Tanya hulublang ke pelanduk.

 

“Benar sekali, bahwa aku dapat memutuskan perakara tersebut,” jawab pelanduk percaya diri.

 

“Kalau kau bisa, raja mengundangmu ke istana. Mari sekarang kita menghadap sang raja!” Ajak hulubalang ke pelanduk.

 

“Aku, jika tidak memakai payung kerajaan tidak akan mau pergi ke istana,” ungkap pelanduk jual mahal.

 

Mendengar ungkapan pelanduk demikian, para hulubalang segera kembali ke istana. Mereka menceritakan ke raja, bahwa pelanduk tidak akan pergi ke istana, jika tidak memakai payung kerajaan. Mendengar laporan hulubalang demikian, raja segera memerintahkan hulubalang membawa payung kerajaan, menjemput pelanduk.

 

Kembali hulubalang datang menjemput pelanduk, dengan membawa payung kebesaran raja. “Ini pelanduk, kami telah bawakan payung kerajaan, sesuai dengan permintaanmu,” kata hulubalang ke pelanduk.

 

“Ini sih payung kerajaan sang raja, bukan payung kerajaan aku. Kalau payung kerajaan aku, tinggi duduk rendah berdiri,” ungkap pelanduk yang membuat hulubalang tampak kesal.

 

Lagi-lagi para hulubalang pulang dengan kesal, membawa berita buruk ke hadapan raja. Mendengar cerita hulubalang, raja merasa semakin berat syarat dan permintaan pelanduk.

 

Permintaan pelanduk tersebut seperti kereman³ yang harus ditemukan jawabannya. Apakah gerangan yang dimaksud pelanduk, tinggi duduk rendah berdiri. Seisi istana pusing memikirkan kereman pelanduk. Belum tuntas perkara anak miskin dan saudagar, malah pelanduk memberi soal yang pelik pula.

 

Dicari dan cari, akhirnya ketemu apa yang dimaksud pelanduk ‘tinggi duduk rendah berdiri’, yaitu anjing. Anjing itu apabila dia duduk kelihatan tinggi, saat dia berdiri kelihatan lebih rendah dari dia duduk.

 

“Barangkali ini yang dimaksud pelanduk payung kerajaannya,” ungkap sang raja ke para menteri dan hulubalangnya. Para penjabat istana pun mengiyakan pendapat sang raja.

 

Akhirnya di bawalah anjing ke dalam hutan menemui pelanduk. Melihat pelanduk, anjing langsung mengonggong dan mengejar pelanduk. Karena di kejar anjing, pelanduk belari sangat kencang. Tak lama, sampailah pelanduk di depan istana. Dia pun melompat dan masuk ke dalam istana.

 

Setelah pelanduduk duduk dan tenang, raja mulai bicara ke pelanduk, “Apa benar kau bisa menyelesaikan perkara saudagar dan anak ini?” Tanya raja sembari menunjuk ke arah saudagar dan anak miskin.

 

“Benar tuanku,” jawab pelanduk percaya diri. Seisi istana saling menatap satu dengan yang lainnya, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan pelanduk.

 

“Lalu, bagaimana caranya?” Raja kembali bertanya ke pelanduk.

 

“Caranya begini tuanku, saudagar silakan duduk di luar, ruang ini kita pasang tabe’⁴. Tuanku silakan menghitung uang dari 1 sampai  10 di balik tabe’, dan masukan ke buko⁵,” demikian pelanduk menjelaskan panjang lebar ke raja.

 

Setelah mendengarkan penjelasan pelanduk, raja segera memasukan duit logam kedalam buko tembaga. Karena duit logam, ketika dilemparkan/dimasukan ke dalam buko, tentu menghasilkan denting yang nyaring. Raja yang memasukan uang, pelanduk yang menghitungnya.

 

Setelah denting-denting duit masuk ke dalam buko, sampai kehitungan sepuluh, pelanduk pun berujar ke raja, “Cukup tuanku, hitungannya telah cukup.”

 

Selesai menghitung uang, tabe’ di buka dan saudagar dipersilakan masuk. Karena penasaran, saudagar langsung bertanya, “Jadi bagaimana hasil dan keputusannya tuanku?” Raja menatap pelanduk penuh makna.

 

“Jadi keputusannya, anak ini mencium bau makanan saudagar, saudagar minta ganti rugi. Tadi saudagar mendengar kan raja menghitung duit di dalam?” Timpal pelanduk, sembari bertanya ke saudagar. Saudagar menjawab mendengar raja menhitung uang, dan dia tahu jumlahnya.

 

“Jika saudagar mendengar, berarti ganti rugi yang saudagar pinta telah lunas dibayar. Karena mencium bau dan mendengar itu kurang lebih sama maksudnya,” jelas pelanduk dengan bijaksana.

 

Mendengar penjelasan pelanduk yang cerdik itu, saudagar hanya bisa terdiam menunduk. Dia berpikir bahwa dia telah melakukan kezaliman ke anak miskin, yang seharusnya dia santuni.

 

Perkara anak miskin mencium bau makanan menjadi kenyang, telah infas setelah mendengar suara raja menghitung uang ganti rugi yang dipinta saudagar.***

 

Hikmah dan makna yang terkandung dalam cerita:

-     Bahwa ketika ketika kita memiliki kelebihan rejeki dan makanan, maka kita dianjurkan untuk berbagai, apa lagi ke anak yatim/piatu dan fakir miskin. Hidup belit akan memperpendek rejeki kita. Sebaliknya, jika kita rajin bersedekah, apa lagi dilandasi dengan keikhlasan, maka Allah akan melipatgandakan rejeki dan pahala kita.

-     Dalam menghadapi permasalahan hidup kita harus sabar, ikhlas dan tetap berusaha. Bersikap bijaksana itu penting dalam memutuskan perkara. Tetapi kebijaksanaan tidak akan terjadi apabila kita tidak sabar dan rendah hati dalam menyikapi masalah.

-     Sedawe¹,  sendawa atau serdawa, yaitu gas/angin yang belebihan di lambung atau usus dikeluarkan melalui mulu.

-     Melimpat², yaitu berlalu, lewat di depan rumah atau lewat depan seseorang.

-     Kereman³; ceriman, yaitu seperti teka teki, atau pertanyaan yang harus ditemukan jawabannya.

-     Tabe’⁴; tabir, yaitu tirai atau penutup atau penyekat dinding, pintu atau jendela rumah.

-     Buko⁵; bukur, yaitu sejenis gerabah yang terbuat dari tembaga.


Posting Komentar

0 Komentar