Dahulu kala, ada sepasang suami istri menetap
di hutan. Tak ada keluarga lain yang tinggal bersama mereka di hutan, selain
mereka berdua. Mereka benar-benar menjadi sahabat hutan. Hidup mereka sangat
bahagia.
Diketahui, nama suaminya Adon. Pada suatu
hari, istri Adon pengen makan pelanduk bunting jantan. Karena istrinya lagi ngidam¹, sedang hamil 4 bulan.
“Carikanlah bapaknye² aku ni pelanduk! Pengen betol³ aku ni makan
pelanduk bunting lelaki⁴,” pinta
istri Adon, agar dia mencarikan pelanduk bunting anak jantan.
“Baiklah, aku pergi,” kata Adon, mengambil parang latok⁵ langsung pergi mencari
pelanduk yang diidamkan istrinya.
Berpakaian serba hitam, dengan parang latok
di pingangnya, Adon mulai melaksanakan tugas mulianya. Dia mulai menebang anak
kayu, untuk dijadikan sawa⁶ perangkap
pelanduk. Sawanya disusun dari arah matahari hidup menuju matahari mati. Dari
pagi hingga petang Adon memasang sawanya.
Paginya, Adon melihat ada seokor pelanduk
yang masuk dalam perangkapnya. Segera Adon tangkap dan periksa. Setelah dilihat,
ternyata pelanduknya betina. Tanpa berpikir panjang, Adon melepaskan pelanduk
tersebut. Kemudian dia melanjutkan memasang sawa dan penjirat⁷ hingga sore. Malamnya, dia istirahat di ujung sawanya.
Ke esoknya, Adon menyusuri sawa menuju
penjiratnya. Kembali dia melihat penjiratnya dapat pelanduk. Adon segera
menangkap pelanduk dan melihat kelaminnya. Ternyata, dapat pelanduk betina
lagi. Sudah pasti, Adon melepaskan pelanduk yang susah payah dia dapatkan.
Hari ketiga, Adon melanjutkan memasang sawa.
Menjelang malam, dia berhenti dan istirahat. Dia berhenti dan bersandar di
bawah pohon besar. Lingkaran pohon tersebut 2 pemeluk orang dewasa tak sampai.
Pagi-pagi, Adon kembali menyusuri sawanya.
Tak meleset, penjiratnya selalu dapat pelanduk. Sayang, palanduk yang di dapat
Adon lagi-lagi betina. Dengan wajah putus asa, Adon melepaskan pelanduk
tersebut. Adon kembali ke pohon besar, duduk bersandar.
Pikiran Adon berkecamuk. Dia memikirkan
istrinya di rumah yang ngidam pelanduk. Sementara penjiratnya dapat terus pelanduk, tapi selalu betina.
Sebenarnya Adon salah
paham. Dia kira pelanduk yang dimaksud istrinya pelanduk jantan yang bunting.
Padahal, pelanduk betina yang bunting/mengandung anak jantan. Sehingga setiap
dapat pelanduk betina Adon lepaskan.
Adon putus asa. Dia
memutuskan tidak akan pulang ke rumah. Dia merasa berdosa dengan istrinya, karena tidak menemukan pelanduk jantan yang sedang
bunting. Adon memutuskan tinggal di pohon besar tersebut selamanya.
Sementara di rumah,
istrinya saban hari menunggu kedatangan suami tercinta. Maksud istrinya,
kalau pun tak dapat
pelanduk, suaminya harus pulang. Karena
sang istri membutuhkan Adon. Apa
lagi kondisinya sedang hamil dan akan
melahirkan.
Berbulan-bulan
menanti kedatangan suaminya, istri Adon mengurus rumah tangga meraka sendiri. Mencari nafkah sendiri. Hingga melahirkan
dan membesarkan anak mereka sendiri. Sedangkan
Adon tak tahu kemana rimbanya.
“Kemane jak⁸
bapak biak ni lom pake⁹ datang? Udah sekian bulan lom datang-datang,”
gumam istri Adon seolah berbicara dengan janin dalam kandungannya.
Istri Adon telah
melahirkan anak laki-laki. Hari demi hari. Bulan demi bulan. Dan tahun demi
tahun anak Adon tumbuh menjadi anak remaja. Dia mulai berpikir kritis. Dia
bertanya kepada ibunya, kemana bapaknya.
“Sebenanye mak¹⁰,
saye¹¹ ni ade bapak ndak e’¹²?” Tanya anak Adon ke ibunya, di jawab
ibunya ada. Sang ibu pun menceritakan ikhwal yang terjadi
dengan bapaknya, yang menyebabkan bapaknya tidak kembali hingga dia besar.
Anak Adon berniat
mencarinya. Dia merasa butuh perhartian dan kasih sayang dari seorang bapak.
Dia meminta petunjuk kepada ibunya, ke arah mana bapaknya pergi dulu. Dengan
doa dan restu ibunya, akhirnya dia pergi mencari bapaknya.
Perjalanan mencari
bapaknysebenaa dimulai. Masuk hutan ke luar hutan, dari matahari hidup menuju
matahari mati. Berminggu-minggu berjalan di padang hutan, akhirnya berjumpa anak dengan bapaknya. Adon sedang bersandar di pohon
raksasa, yang menjadi tempat tinggalnya sekarang. Kedua insan ini saling
bertatapan. Tampang Adon tak seperrti dulu lagi. Rambut, kumis dan jenggotnya
sangat panjang, terlihat bukan seperti manusia biasa.
“Kau ni
siape¹³?” Tanya Adon ke anak remaja yang ada dihadapannya.
Anak Adon
menceritakan ikhwal dia mencari bapaknya. Bapaknya pergi meninggalkan ibunya,
saat ibunya mengadung dia 4 bulan. Bapaknya
pergi mencari pelanduk bunting anak jantan. Sampai sekarang, bapaknya tak
pernah pulang.
Mendengar cerita anak
yang ada dihadapannya, Adon sangat yakin anak itu anak kandungnya. Adon
menyatakan ke anak tersebut, bahwa
dia adalah bapak kandungnya. Adon mengakui kesalahan dia kepada anaknya.
“Udalah nak¹⁴…!
Bapak ndak bise balek gi’¹⁵. Padahkan¹⁶ ke umak¹⁷ kau!
Bapak udah menjadi urang¹⁸ di utan¹⁹,”
pesan Adon ke anaknya, agar disampaikan juga kepada istrinya.
Selain berpesan bahwa
dia tidak akan pulang lagi, Adon juga berpesan untuk keselamatan anak cucunya.
Jika ada hujan panas, hurus diam atau
duduk. Kemudian bacakan doa atau mantra yang dianjarkannya.
“Tebang kayu bebulu,
condong kayu bebiak, si Adon pergi berburu, jadi Antu Sebebayak²⁰. Pusa’²¹,
pusa’ pali’²². Kemudian ambil selembar daun, di cunteng²³ ke terlinga
kanan atau kiri,” Adon mengajarkan anaknya serapah²⁴ ketika tertimpa ujan²⁵ panas di luar rumah atau di
hutan.
Setelah berjumpa dan mendapat amanah dari
bapaknya, anak Adon pun pamit pulang. Berminggu-minggu berjalan, sampailah anak
Adok ke rumahnya. Dia menyampaikan
ke ibunya, bahwa dia
telah ketemu dengan bapaknya. Bapaknya tidak seperti manusia biasa lagi. Bapaknya
sudah menjadi orang di hutan.
Sebagai anak yang berbakti, dia menyampaikan
pesan-pesan bapaknya ke ibunya. Diantara pesan tersebut, doa ketika hujan panas.
Sebab, ketika hujan panas, Adon akan berburu. Hingga hari kiamat, pekerjaan
Adon tetap berburu. Wallahu a’lamu.
Ternyata Adon telah
berubah menjadi hantu, yang bernama Antu Sebebayak. Jika hari sedang atau setelah hujan panas, dia berburu. Perlengkapan berburunya tombak, panah,
sumpit dan parang latok.
Kenapa Adon
mengajarkan doa itu kepada anak atau cucunya? Agar dia dapat membedakan antara manusia dan binatang. Jangan sampai dia salah
menangkap buruannya.
Konon, orang yang melanggar pantangan²⁶ tersebut bisa sakit. Misal, tidak duduk diam dan becunteng²⁷ saat hujan
panas. Atau memanjat pohon saat atau setelah hujan panas, maka bisa menjadi
buruan Adon. Adon mengira kita binatang buruannya. Sebab itu kita bisa sakit
terkena hujan panas. Karena terkena tombak, sumpit
atau panahnya Adon. Wallahu a’lamu.
Pantangan orang
tua-tua dulu, jika hujan panas, saat di dalam rumah, jangan pergi kemana-mana.
Atau bila di luar rumah, harus cari tempat berteduh atau duduk dengan becunteng
daun kayu.
Pantangan lainnya,
jangan memanjat pohon saat atau setelah hujan panas. Sebab, saat itu Adon berburu, pandangannya
ke atas. Dikhawatirkan, apabila kita tidak mengikuti pantangan, Adon mengira
kita yang memanjat pohon tersebut binatang.
Ada juga petuwe²⁸
lain saat hujan panas. Kalau tidak becunteng, saat sedang di hutan misalnya,
patahkan anak kayu, tancapkan ke tanah dengan posisi terbalik. Tujuannya agar
Adon tahu bahwa kita manusia, bukan hewan buruan. ***
Hikmah dan arti dibalik cerita:
-
Kita
harus lebih bijak dan hati-hati dalam menyaring informasi. Sebab, ketika salah
menerima informasi akan berakibat fatal buat diri kita dan orang lain. Jika
tidak jelas pesan/informasi, alangkah lebih baik kita tanyakan kembali.
-
Dalam
menghadapi masalah kita tidak boleh putus asa. Kita tidak boleh lari dari
masalah. Masalah itu bukan untuk ditinggalkan, tetapi untuk diselesaikan,
dengan hati yang dingin dan pikiran tenang. Sabar merupakan cara bijaksana menghadapi masalah,
sehingga solusi (jalan keluar) mudah didapatkan.
-
Tidak
boleh ada keyakinan kita melebihi keyakinan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa. Kita adalah hamba, sama halnya dengan makhluk Tuhan yang lain, termasuk
makhluk yang tak kasat mata.
-
Sakit
atau sehat sudah menjadi ketetapan Tuhan. Tetepi penyebab sakit dan sembuh bisa
juga melalui tangan-tangan makhluk Tuhan. Yang terpenting, jangan sampai
kepercayaan kita kepada makhluk Tuhan melebih kepercayaan kita kepada pencipta
makhluk itu.
-
Ngidam¹: bawaan orang yang sedang hamil ingin makan
sesuatu atau melakukan sesuatu yang tidak biasa; menginginkan; pengen sesuatu.
-
Bapaknye²: bapaknya; ungkapan membahasakan anak yang
ada di dalam kandungan ke bapaknya (Adon); bapaknya anak-anak.
-
Betol³: betul.
-
Lelaki⁴: laki-laki; pelanduk jantan.
-
Parang latok⁵, sejenis parang pendek khas Melayu Simpang,
bersarung, menggunakan tali panggul di pasang di pinggang. Biasanya, jika di
bawa berjalan, parang latok di pinggang tersebut menimbulkan suara ‘letok,
letok’. Sebab itu disebut parang latok.
-
Sawa⁶, yaitu sejenis pagar penghalau terbuat dari
bambu, kayu atau daun/ranting kayu, atau batu sebagai benteng jeretan atau
pusat tangkapan.
-
Penjirat⁷, yaitu alat tangkap/perangkap tradisional
yang terbuat dari tali atau rotan.
-
Kemane jak⁸: kemana saja.
-
... Biak ni lom pake⁹ ...: ... anak ini belum pakai ....
-
Sebenanye mak¹⁰:
sebenarnya mama/ibu.
-
Saye¹¹: saya.
-
Ndak e’¹²: tidak ya.
-
Kau ni siape¹³: kamu ini siapa.
-
Nak¹⁴:
penggalan kata anak.
-
Ndak
bise balek
gi’¹⁵: tidak bisa
kembali lagi.
-
Padahkan¹⁶: sampaikan (pesan); kabarkan; beritahukan; informasikan.
-
Umak¹⁷: mama; ibu; ummi.
-
Urang¹⁸: orang.
-
Utan¹⁹: hutan.
-
Antu Sebebayak²⁰:
nama hantu hujan panas (ujan panas).
-
Pusa’²¹: melakukan
sesuatu agar terhidar atau tidak kepunan
atau tidak terkena marabahaya.
-
Pusa’ pali’²². Pusa’ palit: seolah-olah menjamah sesuatu
agar terhidar
atau tidak kepunan atau tidak terkena
marabahaya
-
Cunteng²³: conteng, yaitu menyelipkan daun di atas
telinga kanan atau kiri pada saat hujan panas; mengoleskan kapur dan sebagainya ke badan
atau benda.
-
Serapah²⁴: semacam
matra atau doa-doa menolak bala.
-
Ujan²⁵: hujan.
-
Pantangan²⁶: larangan, bepantang/berpantang: mematuhi
larangan.
-
Becunteng²⁷: melaksanakan cunteng.
-
petuwe²⁸: petua; isyarat adat; petuah; pesan-pesan yang mengandung nilai
kebaikan (moral).
0 Komentar