Asal Usul Hantu Hujan Panas

 


  Penutur: Bujang Ahmad (Penjalaan) 
Penulis & editor : Miftahul Huda & Hasanan
Ilustrator : Supriono

Dahulu kala, ada sepasang suami istri menetap di hutan. Tak ada keluarga lain yang tinggal bersama mereka di hutan, selain mereka berdua. Mereka benar-benar menjadi sahabat hutan. Hidup mereka sangat bahagia.

 

Diketahui, nama suaminya Adon. Pada suatu hari, istri Adon pengen makan pelanduk bunting jantan. Karena istrinya lagi ngidam¹, sedang hamil 4 bulan.

 

“Carikanlah bapaknye² aku ni pelanduk! Pengen betol³ aku ni makan pelanduk bunting lelaki⁴,” pinta istri Adon, agar dia mencarikan pelanduk bunting anak jantan.

 

“Baiklah, aku pergi,” kata Adon, mengambil parang latok⁵ langsung pergi mencari pelanduk yang diidamkan istrinya.

 

Berpakaian serba hitam, dengan parang latok di pingangnya, Adon mulai melaksanakan tugas mulianya. Dia mulai menebang anak kayu, untuk dijadikan sawa⁶ perangkap pelanduk. Sawanya disusun dari arah matahari hidup menuju matahari mati. Dari pagi hingga petang Adon memasang sawanya.

 

Paginya, Adon melihat ada seokor pelanduk yang masuk dalam perangkapnya. Segera Adon tangkap dan periksa. Setelah dilihat, ternyata pelanduknya betina. Tanpa berpikir panjang, Adon melepaskan pelanduk tersebut. Kemudian dia melanjutkan memasang sawa dan penjirat⁷ hingga sore. Malamnya, dia istirahat di ujung sawanya.

 


Ke esoknya, Adon menyusuri sawa menuju penjiratnya. Kembali dia melihat penjiratnya dapat pelanduk. Adon segera menangkap pelanduk dan melihat kelaminnya. Ternyata, dapat pelanduk betina lagi. Sudah pasti, Adon melepaskan pelanduk yang susah payah dia dapatkan.

 

Hari ketiga, Adon melanjutkan memasang sawa. Menjelang malam, dia berhenti dan istirahat. Dia berhenti dan bersandar di bawah pohon besar. Lingkaran pohon tersebut 2 pemeluk orang dewasa tak sampai.

 

Pagi-pagi, Adon kembali menyusuri sawanya. Tak meleset, penjiratnya selalu dapat pelanduk. Sayang, palanduk yang di dapat Adon lagi-lagi betina. Dengan wajah putus asa, Adon melepaskan pelanduk tersebut. Adon kembali ke pohon besar, duduk bersandar.

 

Pikiran Adon berkecamuk. Dia memikirkan istrinya di rumah yang ngidam pelanduk. Sementara penjiratnya dapat terus pelanduk, tapi selalu betina.

 

Sebenarnya Adon salah paham. Dia kira pelanduk yang dimaksud istrinya pelanduk jantan yang bunting. Padahal, pelanduk betina yang bunting/mengandung anak jantan. Sehingga setiap dapat pelanduk betina Adon lepaskan.

 

Adon putus asa. Dia memutuskan tidak akan pulang ke rumah. Dia merasa berdosa dengan istrinya, karena tidak menemukan pelanduk jantan yang sedang bunting. Adon memutuskan tinggal di pohon besar tersebut selamanya.

 

Sementara di rumah, istrinya saban hari menunggu kedatangan suami tercinta. Maksud istrinya,

kalau pun tak dapat pelanduk, suaminya harus pulang. Karena sang istri membutuhkan Adon. Apa lagi kondisinya sedang hamil dan akan melahirkan.

 

Berbulan-bulan menanti kedatangan suaminya, istri Adon mengurus rumah tangga meraka sendiri. Mencari nafkah sendiri. Hingga melahirkan dan membesarkan anak mereka sendiri. Sedangkan Adon tak tahu kemana rimbanya.

 

Kemane jak⁸ bapak biak ni lom pake⁹ datang? Udah sekian bulan lom datang-datang,” gumam istri Adon seolah berbicara dengan janin dalam kandungannya.

 

Istri Adon telah melahirkan anak laki-laki. Hari demi hari. Bulan demi bulan. Dan tahun demi tahun anak Adon tumbuh menjadi anak remaja. Dia mulai berpikir kritis. Dia bertanya kepada ibunya, kemana bapaknya.

 

Sebenanye mak¹⁰, saye¹¹ ni ade bapak ndak e’¹²?” Tanya anak Adon ke ibunya, di jawab ibunya ada. Sang ibu pun menceritakan ikhwal yang terjadi dengan bapaknya, yang menyebabkan bapaknya tidak kembali hingga dia besar.

 

Anak Adon berniat mencarinya. Dia merasa butuh perhartian dan kasih sayang dari seorang bapak. Dia meminta petunjuk kepada ibunya, ke arah mana bapaknya pergi dulu. Dengan doa dan restu ibunya, akhirnya dia pergi mencari bapaknya.

 

Perjalanan mencari bapaknysebenaa dimulai. Masuk hutan ke luar hutan, dari matahari hidup menuju matahari mati. Berminggu-minggu berjalan di padang hutan, akhirnya berjumpa anak dengan bapaknya. Adon sedang bersandar di pohon raksasa, yang menjadi tempat tinggalnya sekarang. Kedua insan ini saling bertatapan. Tampang Adon tak seperrti dulu lagi. Rambut, kumis dan jenggotnya sangat panjang, terlihat bukan seperti manusia biasa.

 

Kau ni siape¹³?” Tanya Adon ke anak remaja yang ada dihadapannya.

 

Anak Adon menceritakan ikhwal dia mencari bapaknya. Bapaknya pergi meninggalkan ibunya, saat ibunya mengadung dia 4 bulan. Bapaknya pergi mencari pelanduk bunting anak jantan. Sampai sekarang, bapaknya tak pernah pulang.

 

Mendengar cerita anak yang ada dihadapannya, Adon sangat yakin anak itu anak kandungnya. Adon menyatakan ke anak tersebut, bahwa dia adalah bapak kandungnya. Adon mengakui kesalahan dia kepada anaknya.

 

“Udalah nak¹⁴…! Bapak ndak bise balek gi’¹⁵. Padahkan¹⁶  ke umak¹⁷ kau! Bapak udah menjadi urang¹⁸ di utan¹⁹,” pesan Adon ke anaknya, agar disampaikan juga kepada istrinya.

 


Selain berpesan bahwa dia tidak akan pulang lagi, Adon juga berpesan untuk keselamatan anak cucunya. Jika ada hujan panas, hurus diam atau duduk. Kemudian bacakan doa atau mantra yang dianjarkannya.

 

“Tebang kayu bebulu, condong kayu bebiak, si Adon pergi berburu, jadi Antu Sebebayak²⁰. Pusa’²¹, pusa’ pali’²². Kemudian ambil selembar daun, di cunteng²³ ke terlinga kanan atau kiri,” Adon mengajarkan anaknya serapah²⁴ ketika tertimpa ujan²⁵ panas di luar rumah atau di hutan.

 

Setelah berjumpa dan mendapat amanah dari bapaknya, anak Adon pun pamit pulang. Berminggu-minggu berjalan, sampailah anak Adok ke rumahnya. Dia menyampaikan ke ibunya, bahwa dia telah ketemu dengan bapaknya. Bapaknya tidak seperti manusia biasa lagi. Bapaknya sudah menjadi orang di hutan.

 

Sebagai anak yang berbakti, dia menyampaikan pesan-pesan bapaknya ke ibunya. Diantara pesan tersebut, doa ketika hujan panas. Sebab, ketika hujan panas, Adon akan berburu. Hingga hari kiamat, pekerjaan Adon tetap berburu. Wallahu a’lamu.

 

Ternyata Adon telah berubah menjadi hantu, yang bernama Antu Sebebayak. Jika hari sedang atau setelah hujan panas, dia berburu. Perlengkapan berburunya tombak, panah, sumpit dan parang latok.

 

Kenapa Adon mengajarkan doa itu kepada anak atau cucunya? Agar dia dapat membedakan antara manusia dan binatang. Jangan sampai dia salah menangkap buruannya.

 

Konon, orang yang melanggar pantangan²⁶ tersebut bisa sakit. Misal, tidak duduk diam dan becunteng²⁷ saat hujan panas. Atau memanjat pohon saat atau setelah hujan panas, maka bisa menjadi buruan Adon. Adon mengira kita binatang buruannya. Sebab itu kita bisa sakit terkena hujan panas. Karena terkena tombak, sumpit atau panahnya Adon. Wallahu a’lamu.

 

Pantangan orang tua-tua dulu, jika hujan panas, saat di dalam rumah, jangan pergi kemana-mana. Atau bila di luar rumah, harus cari tempat berteduh atau duduk dengan becunteng daun kayu.

 

Pantangan lainnya, jangan memanjat pohon saat atau setelah hujan panas. Sebab, saat itu Adon berburu, pandangannya ke atas. Dikhawatirkan, apabila kita tidak mengikuti pantangan, Adon mengira kita yang memanjat pohon tersebut binatang.

 

Ada juga petuwe²⁸ lain saat hujan panas. Kalau tidak becunteng, saat sedang di hutan misalnya, patahkan anak kayu, tancapkan ke tanah dengan posisi terbalik. Tujuannya agar Adon tahu bahwa kita manusia, bukan hewan buruan. ***

 

Hikmah dan arti dibalik cerita:

-     Kita harus lebih bijak dan hati-hati dalam menyaring informasi. Sebab, ketika salah menerima informasi akan berakibat fatal buat diri kita dan orang lain. Jika tidak jelas pesan/informasi, alangkah lebih baik kita tanyakan kembali.

-     Dalam menghadapi masalah kita tidak boleh putus asa. Kita tidak boleh lari dari masalah. Masalah itu bukan untuk ditinggalkan, tetapi untuk diselesaikan, dengan hati yang dingin dan pikiran tenang. Sabar  merupakan cara bijaksana menghadapi masalah, sehingga solusi (jalan keluar) mudah didapatkan.

-     Tidak boleh ada keyakinan kita melebihi keyakinan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Kita adalah hamba, sama halnya dengan makhluk Tuhan yang lain, termasuk makhluk yang tak kasat mata.

-     Sakit atau sehat sudah menjadi ketetapan Tuhan. Tetepi penyebab sakit dan sembuh bisa juga melalui tangan-tangan makhluk Tuhan. Yang terpenting, jangan sampai kepercayaan kita kepada makhluk Tuhan melebih kepercayaan kita kepada pencipta makhluk itu.

-     Ngidam¹: bawaan orang yang sedang hamil ingin makan sesuatu atau melakukan sesuatu yang tidak biasa; menginginkan; pengen sesuatu.

-     Bapaknye²: bapaknya; ungkapan membahasakan anak yang ada di dalam kandungan ke bapaknya (Adon); bapaknya anak-anak.

-     Betol³: betul.

-     Lelaki⁴: laki-laki; pelanduk jantan.

-     Parang latok⁵, sejenis parang pendek khas Melayu Simpang, bersarung, menggunakan tali panggul di pasang di pinggang. Biasanya, jika di bawa berjalan, parang latok di pinggang tersebut menimbulkan suara ‘letok, letok’. Sebab itu disebut parang latok.

-     Sawa⁶, yaitu sejenis pagar penghalau terbuat dari bambu, kayu atau daun/ranting kayu, atau batu sebagai benteng jeretan atau pusat tangkapan.

-     Penjirat⁷, yaitu alat tangkap/perangkap tradisional yang terbuat dari tali atau rotan.

-     Kemane jak⁸: kemana saja.

-     ... Biak ni lom pake⁹ ...: ... anak ini belum pakai ....

-     Sebenanye mak¹⁰: sebenarnya mama/ibu.

-     Saye¹¹: saya.

-     Ndak e’¹²: tidak ya.

-     Kau ni siape¹³: kamu ini siapa.

-     Nak¹⁴: penggalan kata anak.

-     Ndak bise balek gi’¹⁵: tidak bisa kembali lagi.

-     Padahkan¹⁶: sampaikan (pesan); kabarkan; beritahukan; informasikan.  

-     Umak¹⁷:  mama; ibu; ummi.

-     Urang¹⁸: orang.

-     Utan¹⁹: hutan.

-     Antu Sebebayak²⁰: nama hantu hujan panas (ujan panas).

-     Pusa’²¹: melakukan sesuatu agar terhidar atau tidak kepunan atau tidak terkena marabahaya.

-     Pusa’ pali’²². Pusa’ palit: seolah-olah menjamah sesuatu agar  terhidar atau tidak kepunan atau tidak terkena marabahaya

-     Cunteng²³: conteng, yaitu menyelipkan daun di atas telinga kanan atau kiri pada saat hujan panas; mengoleskan kapur dan sebagainya ke badan atau benda.

-     Serapah²⁴: semacam matra atau doa-doa menolak bala.

-     Ujan²⁵: hujan.

-     Pantangan²⁶: larangan, bepantang/berpantang: mematuhi larangan.

-     Becunteng²⁷: melaksanakan cunteng.

-     petuwe²⁸: petua; isyarat adat; petuah; pesan-pesan yang mengandung nilai kebaikan (moral).



Posting Komentar

0 Komentar