Makam Raja Ayer Mala
Makam Raja Ayer Mala, lazim disebut Air Mala, namun ada juga yang menyebutnya dengan gelar Panembahan Ayer Mala dan gelar Sultan Umar Aqamuddien. Ada ketidak sesuaian untuk gelar Panembahan yang di sandang oleh Ayer Mala. Sebab jika dilihat dari masa memerintahnya pada tahun 1533 – 1562, gelaran ini belum muncul dimanapun.
Diketahui bahwa gelar Panembahan ini pertama kali dipakai oleh Sutawijaya sebagai pendiri Mataram Islam pada tahun 1582 M. Maka dengan fakta tersebut gelar panembahan yang diberikan pada Ayer Mala, adalah sebutan penghormatan dalam tradisi lokal saja.
Penyebutan dengan rasa hormat ini sangat lazim dalam praktek keseharian dimasayarakat Kayong Utara, terutama untuk menyebut nama nama orang yang dihormati termasuk para raja raja. Bahkan diantara mereka ada yang enggan menyebut nama secara langsung, sellau ada doa, ataupun kata kata baik sebelum menyebutkan nama raja tersebut.
“Ampun ampun tulahnye, mudah mudahan dapat sorge yang terang, seregi Panembahan …….( nama raja )”. Artinya : “ Mohon maaf jangan sampai terkena kemalangan, semoga beliau yang kami hormati dan muliakan mendapat syurga yang terang, panembahan ………….”
Kalimat tersebut kerap kali diungkapkan oleh masyarakat Kayong, khususnya trah Tanjungpura, Matan atau Simpang dalam penyebutan nama nama raja. Mereka sangat berhati hati, seakan akan ada rasa sungkan dan kemalangan jika menyebut nama raja yang dimuliakan dengan sebutan langsung. Sehingga dugaan akan gelar Panembahan pada penyebutan raja Ayer mala dan beberapa diatasnya adalah sebutan penghormatan untuk mereka pada hari ini.
Secara administrasi berada di Dusun Nirmala Desa Gunung Sembilan Kecamatan Sukadana. Berjarak 275 meter dari Jalan Raya Desa Gunung Sembilan, arah timur laut, berada 37 meter dari permukaan laut, di kaki bukit Gunung Sembilan.
Makam Raja Ayer Mala dinaungi cungkup makam berukuran 6 x 6 Meter yang baru dibuat, untuk perlindungan terhadap makam. Tiang penyangga cungkup kayu belian dan lantai beton berkeramik. Sayang, ketika awal pemugaran makam, tidak tercatat kondisi eksisting sebelum pemugaran. Nisan makam ini terbuat dari batu putih, berukir halus, bermotif sulur-suluran dan bunga, dengan langgam Demak Tralaya.
Motif dan langgam ukiran nisan ini, ada kemiripan dengan nisan makam Raden Fatah di Demak Jawa Tengah. Makam ini bercorak Islam, menghadap ke barat. Pada bagian kepala dan kaki nisan sudah patah, bagian puncaknya pun sudah hilang.
Areal makam ini berada di lereng bukit, diratakan berukuran 10 x 25 meter. Terdapat susunan batu andesit, difungsikan sebagai talud memperkuat struktur tanah. Posisinya berada disisi barat daya dan tenggara areal makam.
Ditemukan juga pecahan batu bata merah di dekat makam, dengan ukuran yang beragam. Diduga, bata ini sebagai jirat makam. Di sebelah barat daya makam, pun ditemukan struktur susuanan bata merah. Bata tersebut berada 20 cm dari permukaan tanah, yang belum terbuka secara utuh.
Ayer Mala merupakan raja ke 8 di Kerajaan Tanjungpura, ketika beribu kota di Sukadana. Kerajaan ini lebih dikenal dengan Kerajaan Sukadana Tua. Ayer Mala memerintah dikurun abad 16. Beliau memerintah setelah pamannya, Pangeran Anom sebagai pemerintahan sementara. Pangeran Anom memerintah sementara, sebab ayah Ayer Mala, yaitu Bandala wafat ketika Ayer Mala belum dewasa.
Tertanda
TIM AHLI CAGAR BUDAYA
Kabupaten Kayong Utara.
0 Komentar